Festival kue bulan di Johor, Malaysia.
OLEH : Adharta, ketum KRIS
Liputan Nusantara (LN) , Dalam tradisi Tiongkok, keindahan bulan purnama menemukan perwujudannya dalam sepotong kue kecil nan padat berisi Makna kue bulan, atau yang lebih dikenal dengan mooncake menurut Adharta ketum (Killcovid Relief Internasional Service ( KRIS) Kue ini bukan sekadar makanan. Ia adalah warisan ribuan tahun, sebuah jembatan antara generasi simbol cinta ujar Adharta.

Ia adalah warisan ribuan tahun, sebuah jembatan antara generasi, mooncake selalu hadir sebagai pengikat kebersamaan. Dari Dapur Tradisi Hingga Inovasi Modern. Sambung Adharta.
Sejarah panjang mooncake tetap hidup hingga hari ini, bukan hanya di Tiongkok, tapi juga di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Bahkan, di sebuah rumah tangga sederhana, ,
Kue Bulan Sin Hap Hoat, khas Jakarta
Kue bulan tradisional
kisah itu kembali menemukan napas baru. Lebih dari dua bulan terakhir, anak dan menantu saya memproduksi mooncake atau Tong Chu Pia. Jumlahnya tidak main-main lebih dari 6000 buah telah mereka distribusikan ke hotel-hotel dan restoran ternama. Yang membuatnya istimewa, menantu saya, Dea Julianti, seorang Master Chef Jakarta, bukan sekadar membuat mooncake biasa. Ia menciptakan mooncake dengan sentuhan sen hiasan 3 dimensi,lanjutnya lagi. dibentuk dengan tangan satu per satu, bukan produk massal. Setiap mooncake menjadi karya unik, ibarat lukisan kecil yang bisa dimakan.
Dan ketika saya mencicipinya, Kata Adharta, rasanya sungguh luar biasakenangnya.,. Perpaduan kulit yang lembut, isian yang kaya rasa, serta hiasan yang anggun membuat mooncake ini bukan hanya makanan, tetapi pengalaman yang menyentuh hati. Di titik ini, saya menyadari: tradisi ribuan tahun bisa tetap hidup, bahkan lebih indah, ketika diteruskan dengan cinta dan kreativitas generasi baru.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kue bulan (Hanzi: 月餅, pinyin: yuèbǐng) adalah penganan tradisional Masyarakat Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal menurut namanya dalam Bahasa Hokkian yaitu gwee pia atau tiong chiu pia.Dalam bahasa Hakka / Khek, kue bulan disebut ngie̍t-piáng. Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring dengan perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.
Kue bulan bermula dari penganan sesajian untuk persembahan dan penghormatan kepada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural. Perkembangan zaman menjadikan kue bulan berevolusi dari sesajian khusus pertengahan musim gugur menjadi penganan dan hadiah namun tetap terkait dengan perayaan festival musim gugur.
Beberapa legenda menyebutkan bahwa kue bulan berasal dari Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song. Dari sinilah dapat dipastikan bahwa kue bulan telah populer dan telah dikenal keberadaannya jauh sebelum Dinasti Ming berdiri.
Pembuatan kue bulan di Indonesia pada dasarnya berasal dari gaya pembuatan Guangdong dan Chaozhou. Kue bulan juga tidak luput dari pengaruh lokal melalui penggunaan bahan-bahan yang mudah didapatkan di Indonesia seperti daun pandan, kacang kenari dan durian, sehingga muncul beraneka varian rasa baru yang tidak dijumpai pada versi aslinya. Dan masih banyak lagi kategori lainnya hasil inovasi gaya pembuatan kue bulan gaya baru di pasaran (Ring-o)