Manado, Liputan Nusantara.id_ Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak yang dijadwalkan berlangsung pada 27 November 2024, situasi di Sulawesi Utara tengah memanas akibat dugaan intimidasi serta ketidaknetralan aparat kepolisian. Dugaan ini melibatkan oknum Polri dan TNI yang diduga berpihak pada salah satu pasangan calon gubernur, yaitu pasangan dengan nomor urut 1, Yulius Silvanus Lumba Komaling (YSLK).
Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPID) di Sulawesi Utara melayangkan laporan dan pengaduan resmi terkait situasi ini. Dalam pernyataan tertulisnya, Novie N. Kolinug, SH, yang mewakili Tim Pembela Demokrasi Indonesia, menyampaikan bahwa sejumlah oknum di jajaran Polda Sulawesi Utara, Polres, hingga Polsek diduga melakukan intimidasi terhadap masyarakat dan pejabat daerah.
“Kami menerima laporan dari masyarakat terkait intimidasi yang dilakukan sejumlah oknum Polri. Ada puluhan pejabat daerah yang dipanggil dengan dalih penyalahgunaan anggaran, yang kami curigai sebagai upaya untuk mempengaruhi dukungan mereka dalam Pilkada,” ujar Kolinug.
Lebih lanjut, Kolinug juga memaparkan bahwa beberapa tokoh agama, termasuk Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Pdt. Hein Arina, turut dipanggil untuk diperiksa. Pemanggilan ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan tokoh agama dan masyarakat yang merasa bahwa tindakan tersebut bermuatan politis.
“Sejumlah pendeta turut diperiksa menjelang hari pemilihan. Tindakan ini sangat mencemaskan dan berpotensi memicu ketidaknyamanan di kalangan umat,” ungkap Kolinug.
Tidak hanya tokoh agama, warga juga melaporkan adanya intimidasi langsung dari oknum anggota kepolisian di wilayah pedesaan. Sejumlah anggota Polri diduga melakukan pendekatan terbuka di desa-desa untuk mendorong masyarakat mendukung calon tertentu.
“Beberapa oknum Polri diduga melakukan mobilisasi dari desa ke desa, mengarahkan masyarakat untuk mendukung salah satu pasangan calon gubernur,” tambah Kolinug.
Selain itu, muncul pula laporan tentang dugaan keterlibatan oknum TNI dalam sektor pertambangan emas ilegal di Sulawesi Utara. Menurut laporan Tim Pembela Demokrasi Indonesia, beberapa oknum TNI turut berpartisipasi dalam kegiatan tambang rakyat yang tak berizin, dan diduga menggunakan intimidasi untuk mempengaruhi dukungan pemilih.
“Di lapangan, kami temukan aparat keamanan terlibat di wilayah pertambangan tanpa izin, memaksa para penambang dan pengusaha tambang untuk mendukung calon nomor urut 1,” jelas Kolinug.
Kolinug menegaskan bahwa tindakan para oknum ini dianggap mencoreng integritas Polri serta membangkang instruksi dari Kapolri dan Presiden Prabowo Subianto yang telah mengimbau agar aparat keamanan bersikap netral dalam Pilkada.
“Tindakan oknum di Sulawesi Utara jelas melanggar UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara, Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Polri, serta Instruksi Kapolri yang menegaskan pentingnya netralitas dalam Pilkada,” ungkapnya.
Menanggapi situasi tersebut, Kolinug meminta agar Komisi III DPR, Kementerian Koordinator Politik dan Keamanan, Komnas HAM, dan Badan Pengawas Pemilu mengambil langkah tegas untuk memastikan tidak adanya pelanggaran dalam proses demokrasi ini.
“Kami menyerukan agar Kapolda Sulut dicopot apabila tidak segera menegakkan netralitas Polri di wilayahnya,” kata Kolinug dengan tegas.
Sebelumnya, Presiden Prabowo dalam pidato di Kongres PAN pada Agustus lalu telah menekankan pentingnya netralitas aparat keamanan dalam Pilkada.
“Tidak boleh ada intervensi dalam Pilkada. Pilihan bebas bagi rakyat untuk mendukung siapa pun,” ujarnya di hadapan kader PAN.
Kapolri juga menyampaikan peringatan serupa pada akhir September bahwa setiap anggota Polri harus menjaga netralitas.
“Kami akan mengambil tindakan tegas bila terbukti ada anggota yang tidak netral,” tegas Propam Polri.
Tim Pembela Demokrasi Indonesia menyatakan bahwa mereka akan terus melakukan advokasi dan memantau setiap dugaan intimidasi di lapangan. Kolinug menegaskan bahwa setiap laporan dari masyarakat akan segera ditindaklanjuti dan ditempuh jalur hukum untuk melindungi hak demokrasi.
“Kami tidak akan tinggal diam. Setiap hak demokrasi warga negara harus dihormati. Kami berdiri bersama rakyat untuk memastikan Pilkada ini berjalan dengan adil dan bebas dari intimidasi,” pungkasnya.
(Yun/Imam)