Home / Metro / Uncategorized

Selasa, 17 Desember 2024 - 16:27 WIB

Talk Sow Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Sabtu, 14 Desember ’24 di Gereja kampung sawah Paroki Servatius –Bekas

Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengecek langsung penanganan kasus KDRT di Depok.

Jakarta, Desember, Liputan Nusantara (LN), Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah bentuk hubungan yang abusive di dalam rumah tangga.
Definisi KDRT dijelaskan melalui Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Dalam undang-undang tersebut tertulis, kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Nara sumber ( duduk dipanggung) dan peserta Seminar KDRT
Ini artinya, KDRT tidak hanya identik dengan kekerasan secara fisik, tetapi juga bentuk-bentuk pelecehan lainnya yang merugikan korban. Adapun korban dan pelakunya bisa siapapun, yaitu suami, istri, anak, atau orang-orang yang mempunyai hubungan dengan orang tersebut di dalam rumah yang sama.
Umumnya, KDRT dilakukan oleh pelaku dengan satu tujuan, yaitu mendominasi dan mengontrol korban. Seorang pelaku kekerasan menggunakan rasa takut, bersalah, malu, dan intimidasi untuk membuat korban tetap berada di bawah kontrolnya dan agar sulit lepas dari jerat hubungan abusive tersebut.
Demikian Talkshow Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang diselengarakan oleh Seksi keadilan dan Perdamaian Sub seksi Keadilan dan kesetaraan gender gereja Katolik Kampung sawah Santo Servatius Kota Bekasi, yang diselenggarakan Sabtu , 14 Desember 2024 di Aula Gereja Katolik Santo Servatius Paroki Kampung Sawah, Jl Raya Kampung Sawah No. Jatimelati Bekasi Kota.
Nara sumbernya adalah :
1. Rm. Marthen L.P. Jenarut, S.Fil, SH, MH – Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau dan Pastoral Hukum dalam Gereja
Dalam paparannya Romo (Rm) Marthen Jenarut mengatakan bahwa Latar belakang Pandangan Pastoral Terhadap Kekerasan dalam rumah tangga :
1. Kekekeran dalam rumah tangga menjadi keprihatinan pastoral .jumlah kasus semakin banyak dan kasus KDRT menjadi salah satu alasan terjadinya perceraian dan atau anulasi perkawinan.
2.perkawinan. Kekerasan dalam rumah tangga merupakan kondisi yang serius mengganggu/merusak eksistensi keluarga sebagai Ecclesio domestica
3.Kekerasan dalam rumah tangga selain merupakan perbuatan melawan hukum juga menjadi sebuah kejahatan moral /moralitas perkawinan
Batasan tentang kekerasan menurut Romo
Pasal 1 UU KDRT ……….” Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama Perempuan,,yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik,seeksual,psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman melakukan perbuatan,pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”
Kejahatan dalam perkawinan : perkawinan paksa,lanjut Romo diatur dalam Pasal 10 UU TPPKS(Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Perkawinanan paksa,memaksa,menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya atau orang lain atau kekuasaanya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perkawinan dengannya atau dengan orang lain.
Yang dikategorikan dengan perkwinan paksa : 1).Perkawinan anak.2) Pemaksaaan perkawinan dengan mengatasnamakan praktek budaya dan 3)Pemaksaan perkawinan korban dengan pelaku
Rm. Marthen L.P. Jenarut, S.Fil, SH, MH – Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau dan Pastoral Hukum dalam Gereja
Nampak KDRT: Cacat fisik,,Frustrasi, cacat mental, marah, sedih dan rasa malu, Konsep diri berubah, Kehilangan motivasi dan perasaan berharga, Kesengsaraam,Pisah-cerai –anulasi.
Pihak yang menjadi korban ujar romo ialah anak (laki,Perempuan),Perempuan dewasa,yang tua-cacat, dan laki – laki dewaaa.
Tanda-tanda potensial kekerasan,
1. Pencemburu? Penuntut? Melarang berhubungan dengan orang lain? Mudah marah dan kasar
2. Adiksi obat atau minuman keras
3. Menyalahkan orang lain atas tindakannya
4. Yakini peran gender yang kaku dan membatasi/merendahkan perempuan
5. rang-orang yang peduli disekitar kita nyatakan kekhawatir
Menurut Romo dalam paparannya,akar masalah berawal dari :1) Sistem Sosio cultur ; Perempuan menjadi subordinasi dari kaum laki-laki,2) . Gagal memanage kebersamaa
Adapan pemicu utama KDRT itu ialah masalah keuangan, Keluarga besar, Anak bermasalah dan seksualitas serta Kesetiaan
Moralitas Perkawinan.
Perkawinan sebagai sebuah perjanjian Kanon 1055 : kata romo Martin Marthen L.P. Jenarut, S.Fil, SH, MH – Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau dan Pastoral Hukum dalam Gereja

Ratna Batara Munti – Direktur LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesiaa untuk Keadilan Jawa Barat.
1.Perjanjian perkawinan(foedus) perkawinan,dengannya seorang laki-laki dan seorang Perempuan membentuk antara mereka Persekutuan(consortium) Seluruh hidup,yang menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami istri(bonum coniugum) serta kelahiran dan Pendidikan anak ,antara orang-orang yang dibabtis,oleh kristus tuhan diangkat ke martabat sakramen.
2. Karana itu antara orang-orang yang dibabtis,tidak dapat ada kontrak perkawinan sah yang tidak dengan sendirinya sakramen
Ensile Humanae vittae
Perkawinan adalah Lembaga yang ditetapkan secara bijaksana oleh allah pencipta untuk mewujudkan rencana kasih nya bagi umat manusia.Melalui penyerahan diri timbal balik yang khas,personal dan esklusip.suami isteri membentuk Persekutuan hidup untuk saling membantu mencapai kesempurnaan pribadi,serta untuk bekerjasama dengan allah dalam menciptakan generasi baru dan mendidiknya,
Canon 1096 junto 1061
Hubungan seksual harus dilakukan dengan penuh kesadaran,kemauan,kebebasan, serta dengan cara-cara normal manusiawi .Karena itu melakukan hubungan seksual secara paksa dan ancaman meskipun dengan pasangannya sendiri,merupakan suatu pemerkosaan dan tindak kekerasan,karena memberangus kemauan dan kebebasan pasangan.Termasuk mendapatkan keturunan melalui rekayasa genetika,seperti bayi tabung/cloning dianggap bertentangan dengan moralitas kristiani.

KDRT versus konflik keluarga
-KDRT : Ada relasi kuasa • Berulang ,Tidak ada diskusi yang setara, Luapan emosi yang dilakukan berulang sebagai upaya untuk mengontrol pihak lain
– Konflik keluarga : • Situasional • Ada diskusi yang setara → Luapan emosi yang tidak terkontrol tapi segera disadari dan diupayakan cara untuk menyelesaikan masalah yang ada

Baca Juga  JTR Dukung KPU Bersama Suksesi Pilkada Serentak 2024

Nara sumber kedua
2.Ratna Batara Munti – Direktur LBH APIK Jawa Barat dengan Tema :
“Urgency UU PKDRT dan Peran LBH APIK Jawa Barat dalam penanganan kasus KDRT”
Urgensi UU PKDRT ujar Ratna ialah : Fenomena gunung es, Isu privat/aib, Minim dukungan, Gugat Cerai tinggi,
Aturan Hukum terbatas ,Blaming the victim
Menurut Ratna Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Lingkup Rumah tangga,ujar Ratna meliputi
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

BENTUK-BENTUK KDRT lanjut Ratna : FISIK, PSIKIS, SEKSUAL dan PENELANTARAN RUMAH TANGGA
SIKLUS KDRT sambungnya lagi KDRT terus terjadi bila tidak ada intervensi dan bantuan dari pihak keluarga, masyarakat serta pihak-pihak yang berwenang
Perempuan korban KDRT sulit melaporkan KDRT dan tidak mendapatkan bantuan karena adanya SIKLUS KDRT. Korban juga mencabut laporan karena adanya dilema dan ketergantungan secara ekonomi dan psikis.
Dia memberi Contoh sanksi pidana: pasal 44
kekerasan fisik.

Dikriminalisasi suami
(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan seharihari, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah).

BAGAIMANA MELAPORKAN KDRT ? Tanya Ratna, dijawab sendiri: Korban dapat melaporkan KDRT secara langsung kepada kepolisian di tempat korban berada atau di tempat kejadian perkara(TKP)

Bagaimana jika korban itu adalah anak? tanyanya lagi, lalu dijawab lagi Orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan dapat melaporkan KDRT
UU PERKAWINAN NO. 1 TAHUN 1974 : Diskriminatif terhadap perempuan
1. Menjalankan dua system peradilan umum untuk non muslim dan peradilan agama/ Syariah untuk muslim dengan semua konsekwens dari semua penafsiran Patriarkhis Quran dan Hadist
2. MengadopsiI Stereotip dan pembagian kerja gender (Gender Rrole) (pasal31 dan 34)
3. Hak untuk Poligami bagi suami meski harus ada ijin pengadilan dan perssejuan istri serta ijin atasan jika PNS dan TNI/Polri.
Ratna melanjutkan bahwa ACUAN PERLINDUNGAN HAK-HAK PEREMPUAN adalah
1. RatifikasiI CEDAW (KONVENSI PENGHAPUSAN serta UU HAM lainnya.
2. UU PKDRT N0.23 TAHUN 2004
3. Ketentuan HAM termasuk perempuan dalam UUD 1945 serta UU HAM lainnya.
Menjadi Kewajiban Pemerintah lanjut Ratna,
1. Merumuskan kebijakan penghapusan KDRT
2. Komunikasi, informasi dan edukasi ttg KDRT
3. Sosialisasi dan advokasi tentang KDRT
4. Sosialisasi dan advokasi ttg KDRT
Selanjutnya kata dia Kewajiban masyarakat adalah :Setiaporang melihat,mendengar atau yang mengetahui erjadinya KDRT,wajib malakukan upaya-paya sebatas kemapuannya untuk :
1.mencegah berlangsungnya tindak pidana.
2.Memberikan perlindungan kepada korban
3. Memberikan pertolongan darurat
4.Membantu proses pengajuan permohonan Perintah Perlindungan
Advokasi kebijakan oleh assosiasi LBH APIK Indonesia di tingkat Nasional,
REVISI KUHAP, REVISI UU PERKAWINAN, RUU PENGADILAN KELUARGA, DRAFT SOP,IMPLEMENTASI UU PKDRT, RENCANA AKSI NASIONAL PENGHAPUSAN KDRT

Seminar ini dimoderator i Martha Hebi – Aktivis Perempuan dan sebagai Penulis.
Dalam Kerangka acuan kerja nara sumber menjelaskan adapun Latar belakang diadakannya Talkshow Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini adalah : Timpangnya akses dan perlindungan terhadap subjek pembangunan manusia antara laki-laki dan perempuan berdampak pada terhambatnya percepatan pembangunan Nasional dan Internasional yang menjadi tujuan Sustainable Development Goals(SDG’s 2029).
Berdasarkan survey Pengalaman Hidup Manusia Perempuan Nasional(SPHPN) 2024, 1 dari 4 perempuan Indonesia mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual selama hidupnya. Catatan Tahunan Komnas Perempuan 2023 mencatat bahwa KBG(Kekerasan Berbasis Gender) terhadap perempuan di ranah personal 2 tertinggi dialami oleh Istri dan anak perempuan. Sepanjang tahun 2023, kekerasan terhadap istri(KTI) tercatat sebanyak 1.573 kasus, sementara kekerasan terhadap anak perempuan(KTAP) sebanyak 518 kasus. Propinsi Jawa Barat menempati urutan pertama kasus kekerasan terhadap perempuan yakni 51.866 kasus. Dan kekerasan di ranah personal(rumah) sebanyak 50.651 kasus. Rumah yang sejatinya sebagai tempat berlindung tidak menjamin keamanan bagi perempuan dan anak perempuan.
Bentuk-bentuk Bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas),antara lain :
1. Kekerasan emosional atau psikologis
Kekerasan emosional atau psikologis umumnya berupa kekerasan verbal, seperti teriakan, ancaman, caci maki, penghinaan, dan intimidasi yang meremehkan seseorang. Ini juga dapat berupa isolasi dan pengendalian perilaku, seperti memberi tahu korban cara bertindak atau berpakaian dan tidak memberikan kesempatan kepada korban untuk bertemu dengan keluarga atau teman.
2. Kekerasan fisik
Sebagaimana namanya, kekerasan fisik dalam rumah tangga melibatkan tindakan yang menyakiti dengan menggunakan kekuatan fisik, termasuk memukul, menendang, membakar, mencubit, menampar, menggigit, menjambak, atau bentuk lainnya. Bentuk kekerasan ini menimbulkan dampak yang nyata, seperti memar, patah tulang, hingga kematian.
3. Kekerasan ekonomi
Kekerasan ekonomi dilakukan dengan menggunakan uang untuk mengontrol korban. Pelaku berupaya untuk membuat korban bergantung secara finansial dengan mengendalikan seluruh akses keuangan.
Ini bisa berupa mengontrol keuangan dengan ketat, membatasi uang saku atau menahan kartu kredit, memperhitungkan setiap lembar uang yang dibelanjakan, menahan kebutuhan dasar, membatasi atau melarang korban bekerja, hingga mencuri uang korban. Adapun di dalam undang-undang mengenai kekerasan dalam rumah tangga, tindakan seperti ini disebut dengan penelantaran rumah tangga.
4. Kekerasan seksual
Jenis kekerasan seksual dalam rumah tangga biasanya berupa pemerkosaan dalam perkawinan. Namun, pemaksaan atau kekerasan seksual terhadap anak maupun orang lain yang menetap di lingkup rumah tangga juga kerap terjadi. Lebih lengkapnya.
Berikut bentuk-bentuk pelecehan seksual dalam KDRT berdasarkan definisi dari United Nations (UN):
* Menuduh pasangan selingkuh atau cemburu yang berlebihan pada pasangan.
*. Memaksa berpakaian yang menarik secara seksual.
*. Menghina dengan cara seksual atau memanggil dengan nama atau sebutan yang tidak senonoh.
*. Memaksa atau memanipulasi untuk berhubungan seks.
*. Menahan saat berhubungan seks.
*. Menuntut berhubungan seks saat Anda sakit, lelah, atau setelah dipukuli.
*. Menyakiti dengan benda atau senjata saat berhubungan seks.
*. Melibatkan orang lain dalam melakukan aktivitas seksual dengan pasangan.
*. Mengabaikan perasaan korban tentang seks.
Sama seperti kekerasan fisik, dampak dari bentuk pelecehan ini pun bisa tampak nyata. Dampak dari kekerasan seksual bisa berupa trauma fisik dan mental hingga berujung kematian.

Baca Juga  Sekilas Info

Hukuman Bagi Pelaku KDRT
a. Kekerasan Seksual
Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dalam rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Pidana penjara selama empat tahun hingga 15 tahun atau denda sebesar Rp 12 juta hingga Rp 300 juta diberlakukan bagi setiap orang yang memaksa orang yang berada dalam lingkup rumah tangga untuk melakukan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu.
2. Pidana penjara selama lima tahun hingga 20 tahun atau denda mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 500 juta diberlakukan jika kekerasan seksual tersebut menyebabkan korban mengalami luka yang tidak bisa sembuh sepenuhnya, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan selama minimal satu bulan atau setidaknya satu tahun secara tidak berurutan, menyebabkan gugurnya atau kematian janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya organ reproduksi.

b. Kekerasan Fisik
Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan fisik dalam rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta diberlakukan bagi setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga.
2. Pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak Rp 30 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan korban jatuh sakit atau menderita luka berat.
3. Pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut menyebabkan korban meninggal.
4. Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 5 juta diberlakukan jika kekerasan fisik tersebut dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya, namun tidak menyebabkan penyakit atau hambatan dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
menyebabkan penyakit atau hambatan dalam menjalankan pekerjaan atau aktivitas sehari-hari.
c. Pelaku Psikis
Ancaman hukuman bagi pelaku kekerasan psikis dalam rumah tangga adalah sebagai berikut:
1. Pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 9 juta diberlakukan bagi setiap pelaku yang melakukan tindakan kekerasan psikis dalam rumah tangga.
2. Pidana penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak Rp 3 juta diberlakukan jika kekerasan psikis tersebut dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya, namun tidak menyebabkan penyakit atau menghambat dalam menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari.
d. Pelaku penelantaran rumah tangga
Pelaku penelantaran rumah tangga dapat dikenai hukuman penjara maksimal selama tiga tahun atau denda maksimal sebesar Rp 15 juta.
Hukuman ini berlaku bagi pelaku yang menelantarkan anggota keluarga dalam rumah tangganya atau yang dengan sengaja membatasi anggota keluarganya untuk bekerja, sehingga menyebabkan terjadinya ketergantungan ekonomi.

2.Nara sumber yang kedeua : Ratna Batara Munti – Direktur LBH APIK Jawa Barat
Dengan topi:Urgency UU PKDRT dan Peran LBH APIK Jawa Barat dalam penanganan kasus KDRT.
Urgency PKDRT
Phenomena gunung es, Siu privat/aib, Minim dukungan, Minim dukungan, Aturan Hukum terbatas dan Blaming the victim.
Dalam paparan Ratna Batara Munti, Direktur LBH APIK Jawa Barat, Menjelaskan bahwqa Kekerasan Dalam Rumah Tanga( KDRT) ialahn Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan.
Ruang lingkup keluarga menurut Ratna meliputi,
a. suami, isteri, dan anak;
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf (a) karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Bentuk-bentuk KDRT, lanjut Ratna FISIK-PSIKIS-SEKSUAL dan PENELANTARAN RUMAH TANGGA tutupnya.(Ring-o)

Share :

Baca Juga

Metro

: Warga Jakarta,akan Dibebaskan Dari  Retribusi,  Jika mendaftar sebagai Nasabah Bank Sampah. 

Uncategorized

Menteri Dalam Negeri(Mendagri)M Tito Karnavian Kunjungan Kerja (Kunker) Ke Kota Tangerang

Uncategorized

Kapolres Tangsel Sosialisasikan CETAR di CFD Bintaro*

Metro

Mongabagay  Indonesia ?Mengawasi Proyek Strategis Nasional (PSN)

Uncategorized

Edi Riyadi Jabat Ketua PWI Tangsel

Metro

Beberapa Organisasi Katolik yang Aktif Dalam Bidang Lingkungan Hidup

Uncategorized

CATATAN KECIL HARI GURU,JANGAN LAGI DITUNDA DAN DIBELENGGU” M.Hasyim Pemimpin Umum Warta Banten

Metro

“Dialog Green Islam  dengan Green  Budhisim”

Contact Us