Menu

Mode Gelap
Carut Marut Pemasangan Komponen Jaringan Internet di Kota Tangerang Terpasang di Tiang Listrik Dan Tiang PJU Siapakah Ki Ageng Suryomentaram itu ? Stop Narkoba, Start Your Future – Pesan Inspiratif GNB Banten PD Pewarna Banten Sowan ke DPRD Tangsel, Steven Jansen Siap Dukung Pelantikan Pengurus Perkuat Sinergi, Lapas Jember Terima Kunjungan Komandan Brigif 9 Dharaka Yudha/2 Kostrad Dirkeswat Tinjau Langsung Dan Beri Apresiasi Kesiapan Lapas Bangli Wujudkan Rehabilitasi Sesuai Standar Nasional

Jakarta

Siapakah Ki Ageng Suryomentaram itu ?

badge-check


					Siapakah Ki Ageng Suryomentaram itu ? Perbesar

Foto Ki Ageng Suryomentaram (psikologi.ustjogja.ac.id)

Jakarta, September , Liputan Nusantara (LN) , Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ki Ageng Suryomentaram (20 Mei 1892 – 18 Maret 1962) adalah putra ke-55 dari pasangan Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, putri Patih Danurejo VI. Ki Ageng Suryomentaram memiliki nama bangsawan Bendoro Raden Mas (BRM) Kudiarmadji dan setelah umur 18 tahun diberi nama kebangsawanan Bendoro Pangeran Haryo (BPH) Suryomentaram. Ki Ageng Suryomentaram menjadi guru dari suatu aliran kebatinan yang bernama Kawruh Begja atau Ilmu Begja yang memiliki arti ilmu bahagia. Salah satu ajaran moral dari Ilmu Begja yang sangat populer pada masa itu adalah Aja Dumeh yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan membusungkan dada, jangan mengecilkan orang lain karena diri sendiri lebih berpangkat tinggi, berkuasa atau kaya raya, sebab manusia itu pada hakikatnya adalah sama.

 

Ki Ageng Suryomentaram: Pangeran Jogja yang Melawan Belanda Bersama Rakyat Jelata dan Meninggalkan Gemerlap Dunia Kekuasaan

Pada awalnya Ki Ageng Suryomentaram bergelar Pangeran Surya Mataram tetapi kemudian ia menanggalkan gelar kepangeranannya itu dan menyebut diri Ki Ageng Suryomentaram. Hal ini bermula ketika BPH Suryomentaram pernah turut dalam rombongan jagong manten ke Surakarta dan dalam perjalanan dengan kereta api melihat petani yang sedang bekerja di sawah. Apa yang dilihat oleh BPH Suryomentaram ini menyentuh hatinya, betapa beratnya beban hidup para petani. Lalu ia sering keluar istana untuk bersemedi di tempat-tempat yang biasa dikunjungi para leluhurnya seperti Gua Langse, Gua Semin dan Parangtritis. Lalu BPH Suryomentaram keluar istana, pergi mengembara di daerah Kroya, Purworejo sambil bekerja serabutan sebagai pedagang batik pikulan, petani dan kuli.

Pada saat itu utusan kraton mencoba mencarinya dan menemukan keberadannya di Kroya ketika sedang bekerja menggali sumur dengan memakai nama samaran Natadangsa. Utusan kraton itu kemudian mengajak Natadangsa untuk kembali ke istana. Hidup BPH Suryomentaram di istana menjadi gelisah, tidak puas dan memuncak ketika kakeknya Patih Danurejo VI dibebaskan dari tugasnya dan ibunya dikembalikan kepada kakeknya. Tidak lama kemudian isteri BPH Suryomentaram sendiri dan meninggal dunia, lalu ia mengambil sikap melepaskan kedudukan kebangsawanannya untuk hidup menjadi rakyat biasa. Ketika Sultan Hamengkubuwono VII telah diganti oleh Sultan Hamengkubuwono VIII, Sultan baru ini mengizinkan BPH Suryomentaram meninggalkan kraton Yogyakarta. BPH Suryomentaram memilih untuk hidup sebagai petani di sebuah desa yang bernama Bringin di daerah Salatiga, Jawa Tengah. Di sana ia menjadi guru aliran kebatinan yaitu Kawruh Begja yang berarti ilmu bahagia. Penganutnya cukup banyak dan tersebar di seluruh Jawa, meskipun tanpa ada organisasi atau propaganda seperti yang dilakukan oleh aliran-aliran yang lain.

Sepanjang masa hidupnya, Ki Ageng Suryomentaram mencurahkan daya dan perhatiannya untuk menyelidiki alam kejiwaan dengan menggunakan dirinya sebagai kelinci percobaan. Banyak hasil penyelidikannya tentang diri sendiri yang berupa buku-buku, karangan-karangan atau ceramah-ceramah. Pengajaran Ki Ageng Suryomentaram biasanya berupa ceramah-ceramah yang ditujukan kepada kalangan terbatas dan diberikan dengan cara yang khas yakni dengan duduk di lantai (lesehan). Kebanyakan tulisan yang membahas persoalan kejiwaan dan kerohanian ditulis dalam bahasa Jawa, antara lain: Pangawikan Pribadi, Kawruh Pamomong, Piageming Gesang, Ilmu Jiwa, Aku Iki Wong Apa?. Cara hidup Ki Ageng Suryomentaram cukup menampakkan kesederhanaan dengan mengenakan celana pendek, sarung yang diselempangkan pada pundaknya dan memakai kaos. Rambutnya dicukur sampai pendek dan kepalanya dibiarkan tidak tertutup serta kakinya pun dibiarkan tanpa alas.

Ajaran

Pemahaman Ki Ageng Suryomentaram tentang manusia seluruhnya bertitik tolak dari pengamatannya terhadap dirinya sendiri. Ia menggunakan metode empiris yang didasarkan pada percobaan-percobaan yang dilakukannya pada dirinya sendiri. Dengan cara merasakan, menggagas dan menginginkan sesuatu, menandai adanya gerak kehidupan di dalam batin manusia. Ki Ageng Suryomentaram mencoba membuka rahasia kejiwaan manusia yang dilihatnya sebagai sumber yang menentukan perilaku manusia dalam hidupnya. Dari analisisnya, dihasilkan suatu citra manusia yang lebih menunjukkan seperti apa manusia daripada siapa manusia itu tanpa lepas dari dunia yang melingkupinya. Manusia selalu bergaul dengan dunia di sekitarnya dan selalu terkait dengan dunianya. Ki Ageng juga menunjukkan dasar bagi perilaku manusia dalam dunianya, sehingga antara dirinya dengan dunia yang melingkupinya bisa tercipta keselarasan.

Kemudian Ki Ageng menyelidiki dan mengobservasi apa yang dirasakan orang lain. Hingga pada akhirnya ia menemukan bahwa rasa orang di seluruh dunia ini sama, yaitu sama-sama membutuhkan kelestarian raga dan kelestarian jenis, lestantuning jenis. Ternyata bahwa rasa hidup manusia sedunia ini sama. Yang sama ialah rasa senang-susahnya, baik berat atau ringannya, bahkan lama atau sebentarnya masa berlangsung susah-senangnya. Yang berbeda adalah apa yang disenangi atau disusahi. Meskipun semat, drajat, dan kramat yang telah berhasil di kumpulkan itu berbeda-beda, akan tetapi rasa hidupnya sama. Di sinilah raos langgeng bungah-susah muncul.

Dalam pandangan Ki Ageng Suryomentaram, menghadirkan Tuhan dalam diri bukan berarti sekadar mengikuti ritual formal atau sekadar menjalankan kewajiban keagamaan. Lebih dari itu, menghadirkan Tuhan adalah pengalaman batin yang nyata—yaitu merasakan bahwa Sang Pencipta selalu hadir dalam setiap napas, pikiran, dan tindakan manusia. Hal ini menumbuhkan kesadaran penuh bahwa segala sesuatu di dunia ini hanyalah titipan, sehingga manusia harus hidup dengan rendah hati dan penuh rasa syukur. Kehadiran Tuhan dalam diri membuat manusia senantiasa terhubung dengan sumber kasih dan kebenaran.

Dengan menghadirkan Tuhan dalam diri, manusia diajak untuk senantiasa hidup selaras dengan nilai-nilai kebaikan universal. Tidak hanya menjaga hubungan dengan Sang Pencipta, tetapi juga menjaga keseimbangan dengan sesama manusia dan alam semesta. Pemikiran Ki Ageng Suryomentaram ini menjadi warisan spiritual yang relevan sepanjang masa, karena mengajarkan manusia untuk mencari kebahagiaan sejati yang bersumber dari dalam diri, bukan sekadar dari hal-hal yang bersifat fana. Dengan kesadaran tersebut, hidup menjadi lebih bermakna, damai, dan penuh cinta kasih

 

Bung Karno meminta wejangan pada Ki Ageng Suryomentaram

Tidak hanya para gerilyawan dan rakyat jelata yang haus wejangan dari Suryomentaram. Presiden pertama Indonesia juga butuh buah pikirnya. Pada 1957, Bung Karno mengundang Suryomentaram ke istana negara. Agar bisa mendengar langsung pandangan sang filsuf tentang permasalahan negara yang masih sangat belia ini.

Sosok Ki Ageng Suryomentaram tidak pernah semegah ayahnya. Tidak pula setenar bapak bangsa dan juga pemikir lain. Tapi saya yakin Ki Ageng Suryomentaram tidak ambil pusing. Tidak masalah jika dirinya dilupakan sejarah. Tidak masalah jika namanya hanya dibicarakan segelintir orang yang sedang mempelajari sejarah. Suryomentaram telah terbebas dari keinginan itu. Tanpa dikenang, ia telah merdeka seutuhnya. (Ring-o)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

” International Classification of Diseases (ICD)”

17 September 2025 - 03:35 WIB

Persahabatan di Atas Segalanya

15 September 2025 - 13:44 WIB

“GLSI Bekerja Sama Dengan Lembaga-Lembaga Pendidikan Katolik melalui Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Meluncurkan Modul Pendidikan Laudato Si”

14 September 2025 - 23:58 WIB

Reba (24)keduanya orang Papua, menuntut Keadilan Iklim di Forum DuniaDiposting pada 4 Juli 2025 Comments Reading.

10 September 2025 - 23:33 WIB

“Menatap Masa Depan”

9 September 2025 - 08:50 WIB

Trending di Jakarta