Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni
Jakarta, Januari ’25, Liputan Nusantara (LN). pernyataan serius ini perlu dicermati.
Sekian banyak sudah janji-janji dari agenda pembukaan lahan untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan energi. Faktanya pemerintah pusat tidak pernah benar-benar berhasil menunaikan janjinya. Ada banyak lahan untuk lumbung pangan sudah dibuka, tapi di mana letak keberhasilan dan dampaknya bagi rakyat? Membuka lahan hutan 20 juta hektar yang luasnya melebihi 2 kali Pulau Jawa menurut ilustrasi Kompas.com adalah ancaman terhadap lingkungan dan masa depan bangsa ini.
Prabowo Blak-blakan Reaksi Eropa Tak Dapat Sawit RI
Saya mendukung lumbung pangan dari dulu di Kalimantan Tengah,kata Dr. Agustin Teras Narang, Anggota MPR RI./ DPD RI. Dapil Kalteng. dengan alasan agar bekas Proyek Lahan Gambut sejuta hektar yang digagas Presiden Suharto dulu, bisa diberdayakan. Agar kerusakan yang kadung terjadi beberapa dekade lalu, bisa diperbaiki dan mendatangkan manfaat bagi rakyat. Itu sebabnya saya mendukung food estate atau lumbung pangan dilanjutkan dengan intensifikasi Ujar Agustin. Mengoptimalkan lahan yang dikuasai Petani, sehingga meningkat produktivitasnya dan naiklah penghasilannya.
Ilustrasi. Pakar mengungkap dampak buruk dari rencana pemerintah mengalihkan lahan hutan menjadi lahan untuk ketahanan pangan dan energi. (Foto: ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)
Jadi tidak perlu rasanya membuka lahan baru lagi, apalagi sampai membabat hutan dengan alasan pangan tambahnya lagi. Berdayakan jutaan hektar lahan yang sudah ada dicanangkan dari pemerintahan sebelum-sebelumnya dan buktikan keberhasilannya, termasuk program-program yang konon katanya ada di Kalimantan Tengah. Kami minta pemerintah pertanggungjawabkan secara transparan perkembangan maupun hasilnya, agar tidak jadi gimmick semata.
Pemandangan udara terlihat dari kawasan hutan yang dibuka untuk perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi Kalimantan Barat, Indonesia, 6 Juli 2010. REUTERS/Crack Palinggi/File Foto
Saya dari dulu sampaikan tentang pentingnya pemberdayaan para petani dan mengoptimalkan lahan yang telah mereka garap dan kuasai. Dorong modernisasi penyuburan tanah, pemilihan bibit, tata cara penanaman, pemberian pupuk, tata cara pemanenan, dan penjualan beras, harus dilakukan dengan baik dan benar, serta berkeadilan sambung Agus Teras Narsang lagi. Pada prinsipnya konsep food estate yang dulu dijanjikan di Kalimantan Tengah dengan modernisasi pertanian dan kawasan terintegrasi dengan hilirisasi pertanian, mestinya diwujudkan.
Analisa dan iInformasi mengenai hutan tropis, sebagaimana yang saya publikasikan di media ini edisi Oktober dibawaj judul “Mongabagay Indonesia, Mengawasi Proyek Strategis Nasional (PSN)”
Bahwa Sejak tahun 1999, Mongabay.com telah menjadi salah satu situs utama berbasis internet untuk berita, analisa dan informasi mengenai hutan tropis. Situs ini dikunjungi lebih dari dua juta pengunjung setiap bulannya, yang membuatnya menjadi salah satu tujuan situs yang “the most visited eco-focused” di internet.
Pada tahun 2008, Mongabay.com menerima penghargaan dari Majalah Times, sebagai salah satu dari 15 situs “hijau” terbaik. Pada tahun 2010, menjadi nominasi Communicator Perubahan Iklim Tahun Award oleh George Mason University.
Mongabay.com kini memperluas jangkauan pemberitaan mengenai hutan. Inisiatif ini dilakukan melalui pengelolaan situs baru, yaitu Mongabay.co.id, yang cakupan beritanya meliputi laporan terkini dan rangkuman dari berita berbahasa Indonesia dan juga media asing, serta analisis dan komentar. Informaasi dan berita Mongabay.co.id juga disebarkan melalui media sosial seperti Twitter dan Facebook.
Selanjunya Alih-alih membabat hutan baru kata Dr. Agustin Teras Narang, Anggota MPR RI./ DPD RI , fungsikan lahan hutan yang kadung dibabat untuk agenda yang sama dan tunjukkan komitmen. Alih-alih menimbulkan ancaman lingkungan yang tak terkendali, sebaiknya Menteri Kehutanan evaluasi status kawasan hutan di Kalimantan Tengah yang banyak merugikan masyarakat. Banyak desa hingga kantor pemerintahan di Kalimantan Tengah berstatus kawasan hutan, meski faktanya tidak demikian.
Adil dan arif dalam membuat kebijakan. Agar pemerintah sungguh memberi rakyat keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kesejahteraan. Rakyat, bersama mengawal agenda-agenda pemerintah, agar tidak berubah jadi bencana sosial di kemudian hari.
Pakar Ungkap Dampak Buruk Ubah 20 Juta Ha Hutan untuk Pangan-Energi
Dilansir dari CNN Indonesia, Selain HPK, Hutan Lindung (HL) bisa jadi salah satu sasaran pemerintah untuk dijadikan Food Estate. Pasalnya, hal tersebut tertuang dalam Permen LHK Nomro 24 Tahun 2020. Kawasan Hutan Lindung yang bisa digunakan untuk program tersebut harus hutan yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung.
Pada 2020, Kementerian LHK menjelaskan “hutan yang sudah tidak sepenuhnya berfungsi lindung” sebagai kawasan Hutan Lindung yang terbuka/terdegradasi/sudah tidak ada tegakan hutan.
Mereka mengklaim kawasan HL yang dimanfaatkan sebagai Food Estate juga sekaligus merupakan kegiatan rehabilitasi kawasan hutan lindung dengan pola kombinasi tanaman hutan (tanaman berkayu) dengan tanaman pangan yang dikenal sebagai tanam wana tani (agroforestry), kombinasi tanaman hutan dengan hewan ternak yang dikenal sebagai wana ternak (sylvopasture), dan kombinasi tanaman hutan dengan perikanan yang dikenal sebagai wana mina .
Sementara itu, Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Uli Arta Siagian mengkritik rencana pemerintah mengubah 20 juta hektare hutan menjadi lahan pangan dan energi.
Uli Artha mengatakan kebijakan itu justru bakal menimbulkan kerugian ekologis. Menurutnya, penggundulan hutan bakal melepaskan emisi dalam skala sangat besar yang berujung kekeringan, pemanasan global, gagal panen, dan zoonosis. “Akan menjadi proyek legalisasi deforestasi yang memicu kiamat ekologis. Lingkungan dan keselamatan rakyat Indonesia akan dipertaruhkan,” kata Uli kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/1).
Kritisi Proyek 20 Juta Hektare Hutan untuk Pangan dan Energi.
Walhi mengkritisi wacana pemerintah mengenai pembukaan 20 juta hektare hutan untuk pengembangan di sektor pangan dan energi. Apa sebabnya? 4 Januari 2025 | 17.09 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi secara tegas mengkritisi rencana pemerintah mengenai proyek pembukaan 20 juta hektare hutan untuk pengembangan sektor pangan dan energi.(dikutip dari TEMPO.CO, Jakarta). pengembangan di sektor pangan dan energy.
Dikutip dari Laman Walhi, menyebutnya: Proyek ambisius ini justru berpotensi menjadi legalisasi deforestasi yang tidak hanya akan merusak lingkungan, tetapi juga membahayakan keselamatan masyarakat Indonesia. Rencana ini dianggap dapat memicu bencana ekologis besar yang tidak dapat dihindari.(Ring-o)