Home / Jakarta

Kamis, 13 Maret 2025 - 17:55 WIB

“Pemerintah Menutup   praktik 343 Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) open dumping mulai Maret ’25 ini”.

Sejumlah pemulung mencari barang bekas di tumpukan sampah di Tempat Pembuangan Sampah AKhir (TPA) Kawatuna, Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (3/11/2023). | ANTARA FOTO/Basri Marzuki

Jakarta,Maret, Liputan Nusantara(LN). , Open dumping adalah metode yang dinilai lebih banyak memberikan dampak negatif dan membahayakan. Open dumping tidak lagi direkomendasikan karena kondisinya yang tidak lagi memenuhi syarat teknis suatu TPA sampah berdasarkan peraturan pemerintah.

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup berencana menghentikan operasional. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang menggunakan sistem open dumping karena dinilai dapat mencemari lingkungan. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwadari 500 TPA di Indonesia sedikitnya terdapat 300 TPA yang masih menggunakan sistem open dumping. Beberapa di antaranya adalah TPA Cahaya Kencana Bangsa di Karang Intan Martapura, TPA Kaliwlingi di Kabupaten Brebes, TPA Cipayung di Kota Depok, dan TPA Muara Fajar di Kota Pekanbaru.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), jumlah timbunan sampah pada 2023 mencapai 39,7 juta ton per tahun.

Dari jumlah itu, sampah terkelola nasional baru mencapai 60,85 persen, dan masih terdapat 39,15 persen sampah di Indonesia yang belum terkelola dengan baik.

Open dumping adalah sistem pengelolaan sampah di mana sampah diratakan dan dibiarkan di tempat terbuka tanpa penutupan. Sistem ini dianggap sebagai metode pengelolaan sampah yang paling sederhana dan murah. Namun, berbagai penelitian menunjukkan sistem ini menimbulkan dampak negatif seperti pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan menjadi sumber penyakit. Pengelolaan TPA dengan sistem open dumping juga sering menimbulkan kebakaran. Sampah yang menumpuk di TPA jika dibiarkan akan mengalami penguraian atau pembusukan dan akan menghasilkan gas metana (CH4) yang mudah terbakar

serta sumber emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang signifikan. Sepanjang tahun 2023, 14 TPA di Indonesia mengalami kebakaran dan di tahun 2024 ini setidaknya telah terjadi kebakaran di 6 TPA berbeda di Indonesia. Jika pengelolaan sampah dengan sistem open dumping ini terus dilakukan tanpa ada perbaikan, maka 5 hingga 10 tahun ke depan Indonesia akan mengalami  darurat TPA dikarenakan overload dan masa pakainya yang habis, sedangkan lokasi pengganti akan sulit didapatkan karena lahan yang terbatas dan penolakan dari masyarakat sekitar.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah telah mengatur secara tegas penutupan TPA dengan sistem open dumping. Pemerintah daerah diwajibkan membuat rencana penutupan dalam waktu 1 tahun sejak undang-undang berlaku, dan melaksanakan penutupan paling lambat 5 tahun kemudian. Artinya, pada tahun 2013 seharusnya tidak aa lagi TPA open dumping di Indonesia

Isu Sepekan Pusat Analisis Keparlemenan Badan Keahlian Setjen DPR RI Bidang Ekkuinbang, Komisi XII Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup berencana menghentikan operasional Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang menggunakan sistem open dumping karena dinilai dapat mencemari lingkungan.

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa dari 500 TPA di Indonesia sedikitnya terdapat 300 TPA yang masih menggunakan sistem open dumping.

Menko Pangan Zulkifli Hasan merujuk kepada tiga Peraturan Presiden (Perpres) terkait pengelolaan sampah yang akan dijadikan satu dan sedang dalam tahapan persiapan oleh pemerintah.

Beberapa Perpres itu termasuk mengenai pemanfaatan teknologi mengolah sampah menjadi energi, kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga, serta aturan mengenai penanganan sampah laut.

Baca Juga  "Hari Kesadaran Nasional 2025"

Terkait penutupan tersebut Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq ditemui wartawan usai konferensi pers menyampaikan bahwa penutupan TPA yang masih melakukan open dumping dilakukan sesuai dengan restu Presiden Prabowo Subianto dan arahan Menko Pangan Zulkifli Hasan dan dilakukan secara bertahap.

Dilansir dari Antara, Pemerintah menargetkan pengelolaan sampah dapat mencapai 100 persen pada 2029 mengingat isu sampah saat ini menjadi prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

“Pak Presiden menargetkan kepada kita ini penanganan angka sampahnya 100 persen di 2029,” kata Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup di Jakarta, Senin. Target itu diberikan setelah pemerintah sebelumnya pernah menetapkan target pengelolaan sampah dicapai 100 persen pada 2025, sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional (Jaktranas) Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) milik KLH, timbulan sampah nasional yang sudah dilaporkan dari 301 kabupaten/kota memperlihatkan total 32,6 juta ton sampah dihasilkan sepanjang 2024. Dari jumlah tersebut 40,34 persen sampah masih masuk dalam kategori tidak terkelola. Menteri LH: Tidak ada lagi impor sampah plastik pada 2025.

 

Menteri LH: Tidak ada lagi impor sampah plastik pada 2025

Menteri Lingkungan Hidup (LH) Hanif Faisol Nurofiq akan melakukan pengawasan dan penegakan hukum jika masih ada pihak melanggar ketentuan penghentian impor sampah plastik, yang rencananya diberlakukan pada 2025.Terkait dengan hal tersebut, penulis pernah angkat ke permukaan di media ini  edisi  Septemberv ’24 dibawhn judul  ” Impor Sampah Plastik di Indonesia”.

Penulis menjelaskan bahwa, Di Indonesia, impor sampah plastik telah menjadi sebuah isu penting dalam beberapa tahun terakhir, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan.

Pada tahun 2022, impor sampah plastik di Indonesia mencapai lebih dari 194 ribu ton. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pengimpor terbesar sampah plastik di dunia.

Pada awal April 2024, sejumlah aktivis lingkungan di Indonesia melakukan unjuk rasa menuntut penghentian pengiriman sampah plastik ke Indonesia oleh Jepang. “Pengiriman sampah plastik ke negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak hanya merupakan tindakan tidak etis, tetapi juga menciptakan dampak serius bagi ekosistem sungai dan kesehatan,” kata Alaika Rahmatullah, koordinator aksi, dalam siaran persnya. Idealnya, negara pengimpor sampah plastik dapat memperoleh keuntungan finansial sekaligus tetap menjaga kelestarian lingkungan apabila mampu mengelola dan memanfaatkan dengan baik sampah plastik kiriman dari negara pengekspor. Namun, kenyataannya, banyak sampah plastik yang dikirim ke Indonesia tidak dapat digunakan, antara lain karena kondisinya yang tidak layak (terkontaminasi, terdegradasi/terurai, dan sebagainya) dan fasilitas pengelolaan yang kurang memadai. Penelitian Ecoton dan Nexuse menemukan bahwa antara 25-50% sampah plastik yang diimpor oleh perusahaan daur ulang plastik dan kertas di Indonesia tidak dikelola dengan baik.

 

Menurut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 tahun 2016, impor dan ekspor limbah diizinkan sepanjang limbah tersebut tidak berbahaya dan tidak beracun (non-limbah B3). Limbah yang dikategorikan sebagai B3 adalah limbah yang mengandung unsur/senyawa yang mudah meledak, mudah terbakar, reaktif, infeksi, korosif, dan beracun. Namun, meskipun tidak dianggap sebagai berbahaya, impor limbah plastik tetap membutuhkan pengawasan yang ketat karena potensinya untuk terurai menjadi mikroplastik yang dapat mencemari ekosistem dan dapat membahayakan kesehatan.

Baca Juga  "Sekolah : mata air budaya minim sampah" (Seri Hidup Minim Sampah-seri 23)

Pada edsi lain (Desember ’24) pada media ini (LN) penulis mengangkat tulisan  dibawah judul “Kapan Plastik Menjadi Sampah” ?  saya  menuliskan bahwa, Menurut  RB Sutarno sahabat penulis, seorang aktivis Lingkungan Hidup,  yang getol mengedukasi warga & pelajar   untuk mengolah sampah  menjadi bernilai ekonomis, mengatakan, plastik menjadi sampah ,apabila dicampur dengan sampah residu, dan apabila dibuang oleh penggunanya.

Jadi plastik menjadi sampah,masalah lingkungan sebenarnya disebabkan oleh kebiasaan manusia itu sendiri, kebiasaan mudah membuang, sikap tak peduli, dan tak mau memilah sampah,  mudah menyalahkan lingkungan,sesama ujar Tarno panggilan akrabnya.

Solusinya menurut Tarno,  ” Pertobatan ekologis,” mengubah kebiasaan,sikap mudah membuang dengan habitus baru peduli,empati dengan memilih,memilah sampah sejak di sumber. Tidak dengan mudah menyalahkan sesama serta lingkungan, tetapi mau beraksi nyata, ambil bagian wujudkan lingkungan yg bersih sehat serta hijau.

Tidak memilah sampah itu,  adalah hak setiap warga ujar Tarno yang perlu dihormati. Dan akan terkena restribusi sampah bulanan yg disesuaikan daya listrik sebagai upaya mendukung warga untuk ambil bagian ,” Mau memilah  Sampah  di sumber !”

Definisi Sampah sebagaimana yang saya beritakan di media ini edisi  September, dibawah judul “Hari Sampah Elektronik Sedunia (E-waste Day) tanggal 14 Oktober 2024.“ menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.

Salah satu hal yang patut diperhatikan dari pendidikan digital adalah berpotensi hasilkan sampah elektronik.

Dalam edisi tersebut saya menjelaskan bahwa Menteri Siti dalam pidatonya menyampaikan bahwa pencapaian target pengelolaan sampah menuju Indonesia Bersih 2025 sekaligus upaya mengatasi persoalan sampah plastik tidak dapat dilakukan secara biasa-biasa saja, perlu revolusi perubahan perilaku semua pihak untuk mengelola sampah dengan tuntas.

Dengan mengambil tema “Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif”, rangkaian acara Hari Peringatan Sampah Nasional (HPSN)  Tahun 2024, termasuk kegiatan Aksi Bersih Negeri diharapkan dapat menjadi momentum penting untuk mengarus utamakan isu penyelesaian polusi plastik, memperkuat posisi Pemerintah Indonesia dalam International Legally Binding Instrument on Plastic Pollution (ILBI) dan kesiapan dalam melaksanakan komitmen Zero Waste Zero Emission 2050. Hal ini sebagai usaha bersama untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia dan manifestasi prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan yang memaduserasikan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup .

Sementara pada edisi 27 September ’24 dibawah judul “Sampah plastik di lautan Indonesia, Impor sampah plastik di Indonesia” penulis menjelaskan bahwa, Pada awal April 2024, sejumlah aktivis lingkungan di Indonesia melakukan unjuk rasa menuntut penghentian pengiriman sampah plastik ke Indonesia oleh Jepang. “Pengiriman sampah plastik ke negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak hanya merupakan tindakan tidak etis, tetapi juga menciptakan dampak serius bagi ekosistem sungai dan kesehatan,” kata Alaika Rahmatullah, koordinator aksi, dalam siaran persnya.

Pencemaran sampah plastik telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia di seluruh dunia. Penumpukan sampah plastik yang tidak terkendali mengakibatkan kerusakan ekosistem, baik di darat maupun di laut. Aktivitas pengiriman sampah plastik lintas negara semakin memperparah masalah ini secara global.(Ring-o)

Share :

Baca Juga

Jakarta

Apa Arti Rabu Abu Bagi Umat Katolik?

Jakarta

Menjadi Konsumen Cerdas: Panduan Memilih Produk Minim Sampah (Seri Hidup Minim Sampah )

Jakarta

Proyek Strategis Nasional (PSN), Kerap Disindir Publik Sebagai Proyek Sengsara Nasional,Mengapa” ?

Jakarta

Hari Persahabatan Manusia Internasional

Jakarta

“Perempuan Penjaga Alam”

Jakarta

Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2025 “

Jakarta

“Lindungi lahan Basah Demi Masa Depan Kita Bersama”

Jakarta

 “Kolaborasi  Untuk  Indonesia.Bersih”

Contact Us