Lautan Sampah plastiK
Jakarta, Jan ’25,Liputan Nusantara (LN). Di muka bumi ini, hampir semua negara berdosa dalam urusan polusi plastik. Akan tetapi, ada sejumlah entitas yang bertanggung jawab lebih besar dari yang lain kata Suster Vincentia HK, Koordinator Sektor Pendidikan Laudato Si Indonesia dalam WAG nya. Berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan di Science Advances, lima perusahaan—Coca-Cola, PepsiCo, Nestlé, Danone, dan Altria—berkontribusi terhadap hampir seperempat sampah plastik bermerek yang ditemukan di lingkungan sambung Sr.Vincentia. Perusahaan-perusahaan tersebut sangat bergantung pada kemasan plastik sekali pakai yang sulit didaur ulang dan sering kali berakhir sebagai polutan.
Koordinator Sektor Pendidikan Laudato Si Indonesia, Sr. Vincentia, HK(mengangkat kedua tangannya) saat sosialisasi pentingnya menanam pohon dan menjaga lingkungan hidup di Dusun Gunung Rejo, Desa Wiyono, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran, Rabu petang (14/2/2024
Adapun negara-negara dengan pendapatan tinggi, seperti Amerika Serikat, menghasilkan sampah plastik terbanyak per kapita, setidaknya hampir dua kali lipat lebih banyak dibandingkan negara di urutan kedua. Negara-negara ini juga sering mengirimkan sampah plastik mereka ke negara-negara berkembang, terutama di Asia, yang sistem pengelolaan sampahnya tidak memadai. Pada 2018, larangan impor sampah plastik yang diberlakukan Tiongkok sekaligus mengekspos dosa negara-negara kaya yang melempar beban lingkungannya kepada negara-negara miskin.
Sampah Plastik Di Lautan Indonesia
Sangat relevan dengan Berita yang saya tayangkan di media ini pada edisi September berjudul “Impor Sampah Plastik di Indonesia “. Disitu saya jelaskan bahwa Di Indonesia, impor sampah plastik telah menjadi sebuah isu penting dalam beberapa tahun terakhir, terutama terkait dampaknya terhadap lingkungan. Pada tahun 2022, impor sampah plastik di Indonesia mencapai lebih dari 194 ribu ton. Hal ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pengimpor terbesar sampah plastik di dunia.
Seorang diver yang menyelam diantara sampah di perairan pantai Manado, Sulawesi Utara. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia
Pada awal April 2024, sejumlah aktivis lingkungan di Indonesia melakukan unjuk rasa menuntut penghentian pengiriman sampah plastik ke Indonesia oleh Jepang. “Pengiriman sampah plastik ke negara-negara berkembang seperti Indonesia tidak hanya merupakan tindakan tidak etis, tetapi juga menciptakan dampak serius bagi ekosistem sungai dan kesehatan,” kata Alaika Rahmatullah, koordinator aksi, dalam siaran persnya. Idealnya, negara pengimpor sampah plastik dapat memperoleh keuntungan finansial sekaligus tetap menjaga kelestarian lingkungan apabila mampu mengelola dan memanfaatkan dengan baik sampah plastik kiriman dari negara pengekspor. Namun, kenyataannya, banyak sampah plastik yang dikirim ke Indonesia tidak dapat digunakan, antara lain karena kondisinya yang tidak layak (terkontaminasi, terdegradasi/terurai, dan sebagainya) dan fasilitas pengelolaan yang kurang memadai. Penelitian Ecoton dan Nexuse menemukan bahwa antara 25-50% sampah plastik yang diimpor oleh perusahaan daur ulang plastik dan kertas di Indonesia tidak dikelola dengan baik.
Sampah yang mengambang di permukaan laut. Foto : Wisuda/Mongabay Indonesia
Di edisi lainjuga sudah saya jelaskan yaitu edisi Desember dibawh judul “Kapan Plastik Menjadi Sampah” ?
Dalam rangka “Hari Sampah Elektronik Sedunia (E-waste Day) tanggal 14 Oktober 2024.“ menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah diartikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
Ilustrasi daur ulang. FOTO/iStockphoto
Dalam edisi tersebut saya kemukakan bahwa Menteri Siti dalam pidatonya menyampaikan bahwa pencapaian target pengelolaan sampah menuju Indonesia Bersih 2025 sekaligus upaya mengatasi persoalan sampah plastik tidak dapat dilakukan secara biasa-biasa saja, perlu revolusi perubahan perilaku semua pihak untuk mengelola sampah dengan tuntas.
Dengan mengambil tema “Atasi Sampah Plastik dengan Cara Produktif”, rangkaian acara Hari Peringatan Sampah Nasional (HPSN) Tahun 2024, termasuk kegiatan Aksi Bersih Negeri diharapkan dapat menjadi momentum penting untuk mengarus utamakan isu penyelesaian polusi plastik, memperkuat posisi Pemerintah Indonesia dalam International Legally Binding Instrument on Plastic Pollution (ILBI) dan kesiapan dalam melaksanakan komitmen Zero Waste Zero Emission 2050. Hal ini sebagai usaha bersama untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia dan manifestasi prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan yang memaduserasikan antara ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup .
Lebih lanjut Suster Vicentia HK dalam WAG nya mengatakan, Indonesia, menurut penelitian yang sama, termasuk ke dalam salah satu pendosa terbesar. Dalam daftar 10 perusahaan dengan polusi plastik terbesar, ada nama Wings, Mayora Indah, dan Salim Group, yang tak lain berasal dari Indonesia. Ini belum termasuk perusahaan-perusahaan asing macam Coca Cola, Nestlé, Danone, dan British American Tobacco, yang juga beraktivitas secara masif di tanah air.
Diperkirakan, Indonesia menyumbang sekitar 10 persen sampah plastik yang masuk ke laut setiap tahunnya, terbesar kedua setelah Tiongkok. Meskipun pemerintah telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi polusi plastik, misalnya menerapkan larangan plastik sekali pakai di beberapa daerah, progresnya belum terlalu terasa. Persoalan terbesarnya, kebanyakan industri masih kelewat bergantung pada kemasan plastik sekali pakai.
Dalam artikel yang saya Publikasi di Liputan Nusantara ini,saya kemukakan bahwa Indonesia penyumbang polusi plastik terbesar ketiga di dunia. Penduduk dunia membuang sekitar 52,1juta metric ton sampah plastic ke lingkungan setiap tahun, sehingga mencemari lautan terdalam, puncak gunung tertinggi hingga kedalam tubuh manusia. Indonesia merupakan penyumbang ketiga terbesar didunia setelah India dan Nigeria ( Kompas 9/9/ ’24) temuan ini dilaporkankan tiga penelti dari Univercity of Leeds Inggris.
Pencemaran sampah plastik telah menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia di seluruh dunia. Penumpukan sampah plastik yang tidak terkendali mengakibatkan kerusakan ekosistem, baik di darat maupun di laut. Aktivitas pengiriman sampah plastik lintas negara semakin memperparah masalah ini secara global.(Ring-o)