(By : Adharta Ketua Umum KRIS Dipublikasikan oleh Kabiro Liputan Nusantara DKI Jakarta, Jakarta Rabu 7 April 2024
Jakarta, April, liputan Nusantara(LN),Adharta Ongkosaputra, adalah seorang Kristiani yang taat pada ajaran amaganya, namun dia mwencoba menguraikan secara sederhana tentang makna Idul Fitri 1 Syawal 1445 Hijriah.
Sebelum kita mengetahui makna dari Idul Fitri, kata Adharta mengawali tulisannya,kita harus tahu terlebih dahalu bagaimana cara umat Islam merayakan Idul Fitri. Menurutnya, Perayaan Idul Fitri akan berlangsung selama dua hingga tiga hari, di mana pada pagi hari di hari pertama Idul Fitri umat Islam akan melakukan sholat Ied. Di saat yang bersamaan umat Islam akan saling mengucapkan selamat Idul Fitri dengan berjabat tangan dan pelukan formal sebagai berbagi kebahagian dan saling memaafkan kesalahan yang telah lalu. Tidak berhenti di situ, di rumah-rumah juga akan disediakan hidangan-hidangan manis serta hadiah-hadiah yang diberikan kepada anak-anak.
Idul Fitri menandakan berakhirnya waktu puasa Ramadhan dan diartikan sering diartikan juga sebagai hari kemenangan. Makna spiritual yang terdapat di dalamnya selain refleksi dan kegembiraan, Idul Fitri juga sebagai waktu untuk amal, yang dikenal sebagai Zakat al-Fitr. Idul Fitri dimaksudkan sebagai waktu sukacita dan penuh berkah bagi seluruh umat Muslim dan waktu untuk membagikan harta kekayaan seseorang kepada mereka yang tidak mampu agar turut berbahagia di hari raya.
Sholat Idul Fitri merupakan sholat yang wajib dilaksanakan pada hari Lebaran sebagai bentuk rasa syukur umat Muslim atas selesainya ibadah puasa Ramadan.
Sekarang kita bahas mengenai “ Makna Lebaran”lanjut Adharta, Makna lebaran dapat diperoleh dari asal katanya. Untuk membedah suatu kata, kita mengenal dua cara, yaitu secara etimologi dan terminologi. Sisi etimologi kataq dia,mengupas tentang asal-usul kata. Sedangkan terminologi membahas mengenai makna dari kata tersebut.
Lebih lanjut dia mengatakan, Lebaran memiliki lima padanan kata, yaitu lebar-an, luber-an, labur-an, lebur-an dan liburan.
- 1. Lebar-an
Lebaran berasal dari kata lebar yang ditambahkan imbuhan –an. ‘Lebar’ berarti lapang. Maknanya, tentu agar di hari raya kita harus berlapang dada. Sifat lapang dada muncul untuk meminta dan sekaligus memberi maaf kepada sesama.
- Luber-an : Luber dalam KBBI memiliki arti melimpah, meluap. Dengan kata lain, melewati batas daripada batas yang ditentukan. Luber maafnya, luber rezekinya, dan luber pula pahalanya sehabis Ramadhan. Untuk itu, maka luber-an bertransformasi menjadi lebaran.
- Labur-an
Lebaran diambil dari kata dalam Bahasa Jawa, yaitu laburan. Artinya, mengecat. Hal ini tak lepas dari kebiasaan dari mayoritas orang Indonesia. Menjelang datangnya Idul Fitri, semua kepala keluarga sibuk mengecat rumahnya agar tampak indah. Dari kebiasaan laburan menjelang Idul Fitri inilah, lebaran menjadi sebuah kata yang setara dengan makna Idul Fitri itu sendiri.
- Lebur-an
Kata leburan diambil dari Bahasa Jawa yang berarti menyatukan. Artinya, selepas Ramadhan itu diharapkan kita mampu meleburkan diri kita pada sifat-sifat Tuhan. Caranya dengan ujian dan cobaan, dengan kesabaran dan ketenangan. Semangat perubahan itulah yang merubah leburan menjadi lebaran.
- Libur-an: Lebaran merupakan plesetan dari liburan. Dalam kalender Nasional, Hari Raya Idul Fitri adalah tanggal merah. Ini berarti hari libur.
Oleh karena alasan itu,sambungnya lagi maka liburan yang diucapkan berulang-ulang, menjadi awal mula munculnya istilah lebaran.
“Makna Idul Fitri” menurut Adharta, Tidak seperti makna kata ‘lebaran’ yang dipengaruhi budaya, Idul Fitri memiliki makna yang berkaitan erat dengan tujuan yang akan dicapai dari kewajiban berpuasa. Dari penjelasan makna Idul Fitri dapat diambil kesimpulan bahwa Idul Fitri berarti kembalinya seseorang kepada keadaan suci atau keterbebasan dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, dan keburukan sehingga berada dalam kesucian atau fitrah.
Sejarah Hari Raya Idul Fitri:
Sejarah Hari Raya Idul Fitri berkaitan erat dengan dua peristiwa dalam sejarah Islam, yaitu Perang Badar dan Hari Raya masyarakat Jahiliyah. Perayaan Idul Fitri pertama kali digelar pada tahun ke-2 Hijriah, yaitu bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin pada Perang Badar.
Usai perang, secara tidak langsung umat muslim merayakan kemenangan dengan penuh rasa syukur dan gembira. Bukan hanya kemenangan dalam perang, tetapi juga kemenangan karena berhasil berpuasa selama satu bulan di saat itu. Kemudian, ini mulai menjadi tradisi dan ibadah yang dilakukan umat muslim hingga saat ini. Sebelum itu, tepatnya sebelum agama Islam datang, kaum Arab Jahiliyah merayakan dua hari raya yang sangat meriah. Disebutkan dalam hadist bahwa Idul Fitri yang kini dirayakan setiap tahun, tak lepas dari sejarah tradisi masyarakat Jahiliyah yang memiliki kebiasaan khusus bermain dalam dua hari.
Kemudian, setelah Rasulullah mendapat perintah untuk menyebarkan Islam dan jalan kebenaran yang berasal dari Allah, tradisi tersebut berubah. Dalam hal ini, Rasulullah mengganti hari raya masyarakat jahiliyah dahulu menjadi perayaan yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
“Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.”
Makna Idul Fitri, menurut penjelasan seorang ulama, bahwa Allah menjadikan tiga hari raya di dunia bagi orang-orang yang beriman, yaitu Hari Raya Jumat, Hari Raya Idul Fitri, dan Hari Raya Idul Adha.
Secara khusus, perayaan Idul Fitri yang identik dengan menggunakan pakaian baru, memiliki makna yang lebih dari itu. Mengenakan pakaian baru hanyalah sunah, sedangkan makna yang lebih penting adalah anjuran untuk menambah ketaatan setelah hari raya tersebut. Artinya, umat muslim yang menjalankan ibadah puasa dan amalan sunah lain di bulan Ramadan, diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri dan iman dengan menjalankan ibadah yang lebih baik usai Ramadan.
Meskipun bukan hal yang mudah, namun orang yang mampu menjalankan ibadah dengan lebih baik setelah Ramadan, merupakan tanda bahwa ibadah selama Ramadan telah diterima oleh Allah. Tentu ini bisa dijadikan motivasi diri bagi setiap umat muslim agar mendapatkan kebaikan tersebut.
Sejarah hari raya Idul Fitri tidak bisa lepas dari dua peristiwa, yaitu peristiwa perang Badar dan hari raya masyarakat jahiliyah. Pertama, awal mula dilaksanakannya hari raya Idul Fitri pada tahun ke-2 hijriah. Saat itu bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin dalam perang Badar. Kemenangan itu menjadi sejarah bahwa di balik perayaan Idul Fitri ada histeria dan perjuangan para sahabat untuk meraih kemenangan dan menjayakan Islam. Oleh karenanya, setelah kemenangan diraih umat Islam, secara tidak langsung mereka merayakan dua kemenangan, yaitu kemenangan atas dirinya yang telah berhasil berpuasa selama satu bulan, dan kemenangan dalam perang badar.
Kedua, sebelum Islam datang, kaum Arab jahiliyah mempunyai dua hari raya yang dirayakan dengan sangat meriah. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa asal-usul disyariatkannya hari raya ini tidak lepas dari tradisi orang jahiliyah yang mempunyai kebiasaan khusus untuk bermain dalam dua hari, yang kemudian dua hari itu oleh Rasulullah diganti menjadi hari yang lebih baik, dan perayaan yang lebih baik pula, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Idul fitri berasal dari dua kata “id” dan “al-fitri”. Id secara bahasa berasal dari kata aada – ya’uudu, yang artinya kembali. Hari raya disebut ‘id karena hari raya terjadi secara berulang-ulang, dimeriahkan setiap tahun, pada waktu yang sama. Sedangkan kata ‘fitri’ memiliki dua makna, yaitu suci dan berbuka.
Selanjutnya Adharta yang ketua umum KRIS yang tidak kenal lelah berbuat menolong orang lain ini, mengatakan Sering kali, banyak orang yang terlena dengan makna Idul Fitri. Tak sedikit orang yang membeli baju atau barang baru atau menyediakan makanan yang banyak. Memang, tak ada salahnya seperti itu ujarnya, Namun, sebagai umat muslim tidak seharusnya berlebihan. Bagaimanapun juga, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memaknai Idul Fitri sungguh-sungguh. Bukan soal banyaknya makanan yang kita punya di hari raya ini, melainkan berapa banyak bantuan yang kita beri untuk mereka yang kekurangan.
Idul Fitri adalah waktu untuk memperbaiki, memaafkan; dan merenung. Selamat merayakan hari yang Fitri. Mari jadikan momentum hari kemenangan ini untuk menjadi insan yang semakin baik dalam ketaatan.”tutup Adharta Ongkosaputra.(Ring-o)