TOLAK TRANSMIGRASI – Aliansi Mahasiswa se-Jayapura saat menggelar Aksi demontrasi Tolak program transmigrasi, Senin (4/11/2024). Para mahasiswa khawatir dengan masuknya transmigrasi, segala apa yang menjadi jati diri Orang Asli Papua (OAP) akan hilang.
Jakarta,November, Liputan Nusantara (LN), Presiden Prabowo Kembali Hidupkan Program Transmigrasi. Hampir semua pegiat pembangunan membincangkannya. Para mahasiswa “turun jalan” berdemonstrasi, kaum cerdik pandai membahasnya dalam diskusi dan seminar, para legislator ikut mengomentari. Tak ketinggalan para rohaniwan juga diikutkan untuk menyuarakan.Hingga para mama-mama mempertanyakan kemana lagi harus mencari makanan tradisional kami? Hutan kami dirusak, proyek berskala besar yang dijalankan pemerintah membuat hutan-hutan jadi rusak, sehingga sumber pangan orang Papua jadi hilang.
Itulah fenomena pandangan masyarakat kali ini terhadap kebijakan transmigrasi. Nah, permenungan penulis atau mungkin juga publik apakah seperti itu kebijakan transmigrasi?
Secara kualitatif tidak bisa dipungkiri bahwa wilayah-wilayah seantero Nusantara saat ini banyak berkembang pesat karena kebijakan transmigrasi. Di Papua, sebut saja Koya di Jayapura, Arso di Keerom, Wanggar di Nabire, Papua Tengah, dan Merauke di Papua Selatan. Hampir semua orang menyimpulkan daerah-daerah itu maju karena transmigrasi. Lalu, mengapa ditolak?.
Tampak Anggota DPR Papua saat menemui mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi BEM untuk menerima aspirasi demo tolak transmigrasi, Senin (4/11/2024).
Dilansir dari Suarapapua,com Siswono Yudo Husodo, mantan Menteri Transmigrasi era Orde Baru (1988-1993) merangkum permasalahannya, sebagai berikut:
Pemerintah dianggap lebih memperhatikan etnis pendatang dibanding penduduk setempat yang ada di kawasan pemukiman transmigrasi.
Program transmigrasi dianggap memudarkan sosio kultural masyarakat lokal di sekitar unit permukiman transmigrasi. Proses perencanaan kawasan permukiman transmigrasi kurang atau tidak dikomunikasikan dengan masyarakat lokal , sehingga mereka tidak merasa terlibat dan tidak merasa ikut bertanggungjawab akan keberadaan program transmigrasi.
Program transmigrasi terkesan menyebabkan kerusakan lingkungan.
IMPPSK saat melakukan diskusi penolakan transmigrasi di Papua, di Kota Jayapura, Papua Provinsi Papua pada Selasa (05/11/2024).- Jubi/ Aida Ulim
Transmigran yang didatangkan ke suatu lokasi kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat, baik dalam hal kultur budaya dan tradisinya, maupun dalam hal kompetensi keahlian dan ketrampilannya.
Program transmigrasi cenderung dikelola dengan pendekatan yang berorientasi proyek dan para pelaksananya ada yang bersifat arogan.
Program Transmigrasi ke Papua Ditolak, Disnaker Kabupaten Jayapura Pastikan Belum Ada Perintah dari Pemerintah Pusat
Ada permukiman transmigrasi yang dibangun secara eksklusif, sehingga terkesan secara fungsional tidak terkait dengan kawasan lingkungannya.
Khusus di Tanah Papua, cendekiawan Frans Apomfires (2000) lebih menspesifikasikan lagi, bahwa penolakan transmigrasi di Papua dominan disebabkan konflik lahan serta mencuatnya dampak kesenjangan antara transmigran dan orang asli Papua. Akibatnya, kebijakan transmigrasi melahirkan stigma yang kurang baik di kalangan masyarakat asli Papua.
Ikatan-pelajar-dan-mahasiswa-papua-se-surabaya-tolak-program-transmigrasi-di-papua
Puncaknya, di dalam Undang-Undang nomor 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua Pasal 61 ayat (3) diuraikan penegasannya bahwa penempatan transmigrasi nasional diselenggarakan oleh pemerintah dilakukan dengan persetujuan gubernur.
Demo Tolak Transmigrasi di Jayapura Papua dan Manokwari Papua Barat
Bahkan melalui Peraturan Daerah Provinsi (Perda) Kependudukan nomor 15 tahun 2008. Pasal 44, menetapkan bahwa:
(1) Transmigrasi hanya bisa dilakukan setelah jumlah orang asli Papua (OAP) mencapai 20 juta jiwa;
(2) Kebijakan tersebut harus mendapat pertimbangan dan persetujuan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP).
Merujuk dari regulasi tersebut, jika jumlah penduduk OAP se-Tanah Papua saat ini berkisar 6 juta jiwa, maka bisa dipastikan butuh puluhan tahun Tanah Papua, baru bisa menerima kebijakan transmigrasi.
Sebenarnya secara teori ekonomi mulai dari klasik sampai modern, para ahli banyak menyarankan pendekatan transmigrasi sangat cocok dalam pengembangan wilayah untuk pertumbuhan ekonomi. Termasuk Papua, jika diperbolehkan lagi.
Itu sebabnya mahasiswa Papua demo menolak Transmigrasi ke Papua.
Dikutip dari Seputarpapua.com Ratusan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Jayapura Papua menggelar aksi demo damai menolak program transmigrasi ke Papua yang diwacanakan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Dengan membawa pamflet, spanduk, poster hingga baliho bertuliskan penolakan transmigrasi di Papua serta berkumpul dan berorasi di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura pada Senin (4/11/2024) siang.
Dalam orasi yang disampaikan beberapa mahasiswa, mereka menolak dengan tegas program transmigrasi di Tanah Papua yang juga merupakan program kabinet merah putih yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto.
Mereka menilai kebijakan transmigrasi di Papua hanya akan membuat warga asli kesulitan dalam meningkatkan ekonominya, karena yang terjadi saat ini, warga pendatang menguasai seluruh aktivitas ekonomi. “Kami mahasiswa menyatakan sikap menolak rencana transmigrasi ke Papua. Tanah Papua bukan tanah kosong, di sini kami tidak memerlukan warga dari luar ke Papua. Hentikan transmigrasi ke Papua,” kata koordinator lapangan Maksi You.
Kurang lebih 1 jam berorasi, ratusan mahasiswa ini ditemui oleh 30 anggota DPR Papua di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura.
Di hadapan puluhan Anggota DPR Papua yang hadir, para mahasiswa membacakan 7 poin tuntutan, diantaranya,Pertama : meminta pemerintah segera hentikan pengiriman transmigrasi ke Papua, karena Papua bukan tanah kosong. Kedua, meminta negara menghentikan Program Strategis Nasional (PSN) di Merauke dan seluruh tanah Papua. Ketiga, negara berhenti klaim tanah adat. Keempat, aliansi BEM Se-Kota Jayapura menolak program transmigrasi di seluruh provinsi di tanah Papua. Kelima, segera berikan pendidikan, kesehatan, ekonomi dengan layak bagi orang asli Papua.
Selanjutnya poin keenam, negara hentikan eksploitasi sumber daya alam di Papua dan ketujuh, Negara Republik Indonesia segera berikan hak keputusan kolektif kepada rakyat sesuai undang-undang Otonomi Khusus ( Otsus ) yang berlaku. Mahasiswa mengancam, jika tujuh tuntutan ini tidak ditanggapi, maka mahasiswa akan melakukan aksi demo dengan jumlah masa yang lebih besar dan melumpuhkan seluruh Papua.
Selain itu, alasan BEM se Jayapura, tolak Transmigrasi di Papua adalah : Jati Diri Orang Asli Papua Hilang. Maksi You Koordinator lapangan demo mahasiswq mengatakan adanya program transmigrasi itu segala yang dimiliki Orang Asli Papua (OAP) akan hilang. Terutama soal etnis.
“Program transmigrasi ini akan menghilangkan etnis yang dimiliki Orang Asli Papua. Kebiasaan berbudaya dan berbahasa juga ikut hilang,” tegasnya.
Dalam aksi itu, Wakil Koordinator Lapangan, Markus Busub mengatakan program transmigrasi hanya mengancam segala yang dimiliki Orang Asli Papua (OAP). Dampak dari itu lanjut Markus, pihaknya menilai kehidupan orang papua lebih parah dari yang sekarang.
Akhjirnya tuntutan yang disampaikan oleh BEM se Jayapura tersebut, diterima oleh DPR Papua (DPRP) Sebanyak 32 Anggota DPR Papua (DPRP) menerima mahasiswa Papua yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kota Jayapura, usai melakukan aksi demontsrasi tolak program transmirasi di Lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua, Senin (4/11/2024).
Herlin Beatrix Monim selaku Wakil ketua DPRP Sementara mengatakan, pihaknya telah menerima aspirasi mahasiswa yang menolak program transmigrasi.
Beatrix mengatakan , ini merupakan aspirasi pertama yang diterima para wakil rakyat di DPR Papua.
“Kami baru saja rapat, ini adalah aspirasi pertama yang kami terima sejak kami dilantik. Tentunya kami sebagai wakil rakyat kami hanya menerima dan memperjuangkan aspirasi ,maka hari ini DPR Papua menerima aspirasi ini,”ujar Beatrix. “Aspirasi ini lanjut dia lagi tentu mereka sampaikan pokok-pokok pikiran mereka. Kami sebagai wakil rakyat menerima aspirasi itu dan akan kami teruskan ke pemerintah pusat,” katanya.
Beatrix berpendapat, program transmigrasi boleh saja dilakukan tetapi program ini harus memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. “Kita butuh orang orang mempunyai skil datang ke Papua, bukan yang menjadi beban bagi pemerintah provinsi. Contohnya seperti dokter dan guru,”sebut Beatrix.
Lebih jelas aspirasi tersebut akan dilanjutkan setelah alat kelengkapan DPR Papua terbentuk.tutupnya.
Semua yang disebut diatas , apa solusinya ?
Mencermati fenomena di atas, banyak kalangan menganjurkan jenis transmigrasi lokal sebagai solusi. Padahal jika merujuk pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2024, pengganti dari Undang-Undang nomor 07 tahun 2009 tentang ketransmigrasian, yang dimaksud dengan transmigrasi lokal adalah Transmigrasi Swakarsa Mandiri disingkat TSM, yakni transmigrasi yang dilakukan atas prakarsa transmigran sendiri, atas arahan, layanan, dan bantuan pemerintah dan atau pemerintah daerah bagi penduduk yang memiliki kemampuan.
Artinya, definisi “lokal” dalam jenis transmigrasi tersebut kriterianya: insiatif berasal dari kemauan sendiri, targetnya penduduk yang telah memilki kemampuan ekonomi, keberangkatannya difasilitasi pengurusan permindahan dan penempatan, lahan usaha difasilitasi untuk mendapatkannya, sarana produksi mendapat bimbingan untuk mendapatkan lapangan kerja atau lapangan usaha, lahan tinggal dapat dengan status hak milik, rumah tidak dapat, serta catu pangan tergantung pemerintah pusat/daerah dan badan usaha.
Dari kriteria tersebut, jika dicermati berbeda pengertian transmigrasi lokal dengan persepsi publik, yang berasumsi bahwa transmigrasi lokal itu berasal dari penduduk lokal, belum punya kemampuan, tetapi sudah punya rumah dan tanah untuk usaha.
Oleh karena itu, menurut hemat penulis, jika transmigrasi diwacanakan lagi di Tanah Papua, maka harus dilakukan:
- Redefinisi konsep atau istilah transmigrasi bukan dalam arti mendatangkan penduduk dari luar Papua, tetapi memberdayakan penduduk lokal yang menjadi penduduk dan orang asli Papua di lokasi tersebut;
- Reorientasi wilayah peruntukan transmigrasi sebagai dasar penetapan ruangnya: tidak mengarah kepada penyediaan tanah baru, tetapi cukup memperkuat ruang atau lokasi yang ada;
- Refungsionalisasi dimaksudkan masyarakat yang akan dijadikan obyek transmigran adalah masyarakat atau penduduk dari wilayah Papua itu sendiri
Dengan demikian, jenis transmigrasi sebagai model yang diperuntukkan di Tanah Papua adalah Transmigrasi Lokal Swakarsa Berbantuan Khas Papua. Transmigrasi ini mengkombinasikan pengertian dari substansi tiga jenis transmigrasi: umum, swakarsa berbantuan, dan swakarsa mandiri, yakni insiatifnya dari pemerintah daerah, targetnya penduduk Papua dan orang asli Papua, lahan usaha dan lahan tinggal berasal dari masyarakat sendiri (milik). Serta catu pangan disiapkan oleh pemerintah atau badan usaha.
Oleh karena itu, peruntukkan ruangnya bersifat penguatan struktur wilayahnya sendiri, seperti kampung perbatasan, relokasi pengungsi/korban konflik, revitalisasi wilayah produk unggulan, kantung-kantung kemiskinan kota, dan perambah hutan.
Agar peruntukan transmigrasi lokal legitimasi dibuat dalam bentuk Perda Khusus (Perdasus) atau Peraturan Daerak Provinsi (Perdasi ) sesuai dengan amanat Pasal 61 Undang-Undang nomor 21 tahun 2001.( Ring-o)