Romo Clay sedang menjelaskan tentang Relikiu kepadaumat Lingkungan Theresia De Portugal
Jakarta, Maret, Liputan NUsantar (LN). Ziarah ke Porta Sancta atau Pintu Suci pada Tahun Yubileum memiliki arti dan makna sebagai simbol pertobatan, pengampunan dosa, dan penerimaan rahmat Allah.
Porta Sancta adalah pintu khusus di basilika atau gereja yang hanya dibuka pada momen istimewa, seperti Tahun Yubileum atau peristiwa besar lainnya. Pintu ini menjadi simbol pertobatan, pengampunan, dan rahmat yang melimpah dari Tuhan.( Penulis berdomisili diLingkungan De Porugal ini ).
Usai romo Clay Parera SJ(pakai Blankon),menjelaskan tentang Relikiu yang berada di pojok kanan Altar, foto bersama dengan sebagian umat Lingkungan Theresia De Portugal (penulis sebelah kanan Romo Clay kaus merah,rambut puti)
Gereja Kampung Sawah Punya Puluhan Relikui Orang Kudus
Kenangan atau ingatan pada seseorang memang tidak mudah untuk dilupakan. Apalagi orang tersebut pernah sangat dekat (secara fisik), atau berjasa dalam hidup kita. Banyak hal yang bisa kita lakukan agar kenangan tersebut tetap ‘hidup’. Menyimpan foto, lukisan, atau barang-barang yang identik dengannya sering kali menjadi ‘obat penyembuh’ rindu. Perlakuan kita terhadap benda-benda itu (foto atau lukisan sebagai representasi seseorang) jelas berbeda dengan benda lain. Biasanya, barang-barang itu berada di tempat yang layak, dijaga, dan dirawat dengan baik lebih dari benda lain.
Stelah semua rangkaian penjelasan Relikiu dan kisah-kisah berdirinya gereja Kampung Sawah St.Servatius, umat bedoa dan berfose di depan gua Maria
Umat Theresia De Portugak bersiap memasuki Porta Santa
Kata relikui berasal dari kata Bahasa Latin reliquere yang berarti meninggalkan. Setelah kematian orang-orang terkasih, benda-benda yang mereka tinggalkan memiliki nilai sentimental yang penting. Dalam konteks Gereja Katolik, relikui menurut situs katolisitas.org merupakan suatu material, baik berupa bagian tubuh santo-santa atau para orang kudus yang telah meninggal, dan juga benda-benda yang bersentuhan dengan mereka seperti pakaian atau alat-alat penyiksa yang membunuh mereka (martir). Rilikui juga bisa berarti benda-benda yang disentuhkan kepada orang kudus atau ke makam orang kudus.
Menurut keterangan romo Clay Parera SJ,yang disampaikan pada umat Lingkungan De Portgal , saat ziarah Jubelium ke Sancta di Gereja St Servatius Paroki Kampung Sawah Sabtu, 15 Maret ’25, mengatakan bahwa Salib di reliliu yang ada di dalam gereja (depan altar) merupan serpihan salib yang dibawa oleh romo Kuris dari negeri Belanda ke gereja Kampung sawah Bekasi.
Di Indonesia, khususnya di dalam Gereja Katolik Santo Servatius, Jl. Raya Kampung Sawah RT. 006/04 no. 75, Bekasi, terdapat sekitar puluhan relikui orang kudus dan martir. Relikui tersebut berada di sisi kanan depan altar di dalam dua miniatur menara. Di situ (miniatur menara) masing-masing tersimpan sekitar empatpuluhan relikui. Sebutlah beberapa diantaranya relikui Santo Ignatius dari Loyola, Yohanes dari Salib, Fransiskus Xaverius, Angela Merici, Lusia, Barbara, Aloysius Gonzaga, dan sebagainya. Sementara satu wadah lagi terdapat persis di bawah patung Santo Servatius.
Menurut keterangan koster gereja, Doni, relikui yang disimpan dalam sebuah kotak itu merupakan relikui milik Santo Servatius, pelindung paroki yang kini sudah berusia 115 tahun.
“Relikui Santo Servatius ada di dalam kotak itu (sambil menunjuk kotak yang berada di bawah patung Santo Servatius). Relikui itu yang setiap 30 September diarak keliling kampung,” ungkapnya kepada CI, Senin (14/6).
Umat Paroki Kampung Sawah hingga kini masih melanjutkan tradisi tersebut. Bersama (relikui) Santo Servatius mereka berarak mengelilingi kampung dalam keheningan menembus malam hanya diterangi cahaya obor.
Paroki Kampung Sawah secara historis sudah berdiri sejak 115 tahun lalu. Namun, penggunaan nama Santo Servatius sebagai nama pelindung Paroki Kampung Sawah baru berusia 15 tahun. Sebelum masa itu, paroki yang masih kental dengan nuansa budaya Betawi ini mengunakan nama Santo Antonius Padua sebagai pelindung paroki. Berdasarkan kisah yang tercatat dalam buku Sepangkeng Kisah Gereja Katolik Kampung Sawah (2011) salah satu alasan penggantian nama tersebut karena nama Santo Antonius Padua sudah dipakai sebagai nama pelindung Paroki Bidaracina. Santo Servatius kemudian dikukuhkan secara resmi mengantikan Santo Antonius Padua sebagai nama pelindung gereja dalam perayaan ekaristi peringatan seabad berdirinya Paroki Kampung Sawah yang dipimpin Emeritus Uskup Keuskupan Agung Jakarta, Mgr. Julius Kardinal Darmaatmadja, pada 6 Oktober 1996. Perayaan tersebut juga berbarengan dengan pemberkatan bangunan gereja baru.
Sebulan sebelum paroki tersebut merayakan 100 tahun kelahirannya, tepatnya 30 September 1996, Paroki Kampung Sawah mendapat ‘kado istimewa’ berupa relikui Santo Servatius dari Basilika Santo Servatius di Maastrich, Belanda. Hadirnya ‘kado istimewa’ itu dari Negara kincir angin ke pelosok Bekasi (Kampung Sawah) tidak terlepas dari peran almarhum Pastor Kurris, SJ yang berasal dari Maastrich yang pada waktu itu menjadi Pastor Kepala Paroki Kampung Sawah (1993-2001). Usaha Pastor Kurris mendatangkan relikui dari Belanda ke Kampung Sawah untuk merawat kekayaan Gereja Katolik di Maastrich yang menurut penuturan Barnabas Eddy Pepe, anggota Dewan Paroki Kampung Sawah, sempat terabaikan. Selain itu, dengan adanya relikui tersebut, Pastor Kurris ingin Gereja Santo Servatius Kampung Sawah bisa seperti gereja di tanah kelahirannya.
Perjalanan relikui dari Belanda sempat terhambat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Menurut Eddy, saat itu ada kabar yang dihembuskan oknum-oknum tertentu kalau relikui yang dibawa itu sebenarnya potongan-potongan tubuh manusia, karena kabar tersebut relikui tertahan di sana hingga beberapa jam. Namun pada akhirnya relikui tersebut berhasil diizinkan keluar dari sitaan bea dan cukai setelah Joko Pinandoyo, umat Paroki Kampung Sawah yang juga seorang petugas di instasi tersebut, menjamin dengan jabatannya dan meyakinkan pimpinannya bahwa benda tersebut bukan seperti isu yang beredar. Kedatangan relikui di Kampung Sawah kemudian disambut oleh seluruh warga paroki sepanjang jalan menuju gereja dengan nyanyian dan letupan mercon. Relikui diarak dengan mobil terbuka dikawal Perkerabatan Santo Sevatius dan diiringi paduan suara, tanjidor, gamelan, dan dentang lonceng gereja. Sejak saat itu, prosesi dan penghormatan relikui Santo Servatius dirayakan setiap tahun. (Ring-o)