Home / Jakarta

Selasa, 4 Februari 2025 - 20:58 WIB

“Lindungi lahan Basah Demi Masa Depan Kita Bersama”

Aktivis dan mahasiswa peduli lingkungan menanam bakau di lahan kawasan lahan basah, Desa Lhok Seudu Leupung, Aceh Besar.

Jakarta, Februari, Liputan Nusantara(LN).Dalam rangka memperingati hari Lahan Basah Sedunia yang diperingati Setiap tangal 2 Februari tiap tahun, ada himbauan agar senantiasa lindungi lahan Basah demi masa depan kita bersama.

Apa yang dimaksud lahan basah? Lahan basah merupakan ekosistem yang terdiri dari air, baik secara permanen maupun musiman. Contoh lahan basah meliputi rawa laguna, rawa asin, dan terumbu karang. Keunikan ekosistem ini terletak pada vegetasi tumbuhan air yang membedakannya dari bentang alam atau badan air lainnya. Selain itu, lahan basah juga menjadi habitat bagi berbagai spesies hewan air dan darat.(Tempo.co Jakarta).

Ilustrasi perempuan di tengah sawah. Unsplash/Mathis Jrdl

Lahan basah memiliki berbagai jenis berdasarkan letak dan karakteristiknya, antara lain:

  1. Lahan Basah Pesisir: Berada di sepanjang garis pantai dan meliputi mangrove, rawa asin, serta laguna.
  2. Lahan Basah Daratan: Berada di pedalaman seperti rawa, danau dangkal, serta tanah gambut.
  3. Lahan Basah Buatan: Dibangun oleh manusia untuk keperluan konservasi, pertanian, atau pengendalian air, seperti sawah dan waduk buatan.

Apa latar belakang Hari lahan Basah Sedunia diperingati tiap tanggal dua Februari Setiap tahunnya ?

Berawal dari Konvensi Ramsar yang diinisiasi pada tahun 1971 oleh sekelompok pemerhati lingkungan di Iran. Konvensi ini merupakan perjanjian internasional yang bertujuan untuk melindungi lahan basah di seluruh dunia. Hingga kini, lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia, turut memperingati Hari Lahan Basah Sedunia sebagai bentuk komitmen dalam menjaga ekosistem lahan basah.

Di Indonesia, berbagai kawasan lahan basah memiliki status perlindungan, seperti Taman Nasional Berbak di Jambi, Taman Nasional Sembilang di Sumatra Selatan, serta berbagai ekosistem mangrove yang tersebar di pesisir pantai Indonesia. Namun, lahan basah di Indonesia juga menghadapi ancaman seperti konversi lahan untuk pembangunan, pencemaran, serta eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan.

Baca Juga  Pengusuran lahan di Sikka.

Yayasan Pantau Gambut menegaskan bahwa ekosistem gambut semestinya menjadi lahan basah yang bisa memberikan kesejahteraan bagi sebanyak mungkin pihak. Nyatanya, ekosistem gambut saat ini dinilai hanya menjadi ‘lahan basah’ atau sumber mengeruk keuntungan bagi sebagian kecil golongan.

Itu sebabnya,Laudato Si Indonesia merasa perlu bertemu untuk berdiskusi dan kita bisa buat press release (@mojo ). Apa lagi dikaitkan degan pembukaan lahan sekian juta hektare dan pengalaman pembukaan lahan utk food estate yang gagal. Dari webinar terdahulu disampaikan para ahli sudah memberi masukan resiko kegagagalan besar  karena pertanian yang dikembangkan mengacu di pulau  jawa. Padahal beda ekosistemnya.  Pimpinan politikus sering kali mengabaikan demi sensasi atau pencitraan sesaat.

Juru Kampanye Pantau Gambut, Abil Salsabila , mengatakan bahwa ekosistem gambut masih dianggap sebagai lahan mati yang bisa dieksploitasi ketimbang harus direstorasi. Desain pemahaman itu, menurutnya, menjadikan perayaan Hari Lahan Basah Sedunia setiap 2Februari belakangan justru menjelma menjadi sebuah jargon tanpa makna.

Sejarah Hari Lahan Basah Sedunia

Dilansir situs PBB, Majelis Umum PBB pada tanggal 30 Agustus 2021 menetapkan tanggal 2 Februari sebagai Hari Lahan Basah Sedunia. Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran akan urgensi pemulihan kerusakan lahan basah yang semakin cepat dan untuk mendorong konservasi dan pemulihannya.

Hari tersebut menandai tanggal diadopsinya “Konvensi Lahan Basah yang Penting secara Internasional” yang diadakan pada tahun 1971 di kota Ramsar, Iran, di pesisir Laut Kaspia.

Melalui penetapan kawasan lindung, penerapan kebijakan yang efektif, dan berbagi pengetahuan, Konvensi ini memungkinkan negara-negara untuk mengambil langkah-langkah guna melindungi lahan basah dan memanfaatkannya secara bijaksana. Diadopsi oleh 172 negara, setiap negara yang bergabung dengan Konvensi ini harus menetapkan setidaknya satu lahan basah untuk dimasukkan dalam Daftar Lahan Basah Penting Internasional.

Lahan basah adalah ekosistem, di mana air merupakan faktor utama yang mengendalikan lingkungan dan kehidupan tumbuhan dan hewan terkait. Definisi lahan basah secara luas mencakup ekosistem air tawar, laut, dan pesisir, seperti semua danau dan sungai, akuifer bawah tanah, rawa dan paya, padang rumput basah, lahan gambut, oasis, muara, delta dan dataran pasang surut, hutan bakau dan daerah pesisir lainnya, terumbu karang, dan semua lokasi buatan manusia seperti kolam ikan, sawah, waduk, dan tambak garam.

Baca Juga  "Sinergi Antara Pengetahuan Disiplin, Pengetahuan Subjek, dan Pengetahuan Pemecahan Masalah Untuk Pertumbuhan, Kemajuan Serta  Keberlanjutan Koperasi."

Tanah-tanah ini sangat penting bagi manusia dan alam, mengingat nilai intrinsik ekosistemnya, serta manfaat dan layanannya, termasuk kontribusi lingkungan, iklim, ekologi, sosial, ekonomi, ilmiah, pendidikan, budaya, rekreasi, dan estetika terhadap pembangunan berkelanjutan dan kesejahteraan manusia. Meskipun lahan basah hanya mencakup sekitar 6 persen dari permukaan bumi, 40 persen dari semua spesies tumbuhan dan hewan hidup atau berkembang biak di lahan basah. Keanekaragaman hayati lahan basah penting bagi kesehatan kita, pasokan makanan kita, pariwisata, dan lapangan pekerjaan.

Mengapa Lahan Basah dalam Bahaya?

Lahan basah merupakan salah satu ekosistem dengan tingkat penurunan, kehilangan, dan degradasi tertinggi. Lahan basah menghilang tiga kali lebih cepat daripada hutan dan merupakan ekosistem yang paling terancam di Bumi.

Hanya dalam 50 tahun – sejak 1970 – 35% lahan basah di dunia telah hilang. Aktivitas manusia yang menyebabkan hilangnya lahan basah, meliputi drainase dan penimbunan untuk pertanian dan konstruksi, polusi, penangkapan ikan berlebihan dan eksploitasi sumber daya secara berlebihan, spesies invasif, dan perubahan iklim.

Siklus hilangnya lahan basah, mata pencaharian yang terancam, dan kemiskinan yang semakin parah merupakan akibat dari pandangan yang keliru bahwa lahan basah adalah tanah terlantar, bukan sebagai sumber kehidupan berupa pekerjaan, pendapatan, dan layanan ekosistem yang penting. Tantangan utamanya adalah mengubah pola pikir untuk mendorong pemerintah dan masyarakat agar menghargai dan memprioritaskan lahan basah tutup   Abil Salsabila.    (Ring-o)

Share :

Baca Juga

Jakarta

Pengusuran lahan di Sikka.

Jakarta

“Minyak Jelantah bahaya dan manfaatnya”?

Jakarta

 “Kolaborasi  Untuk  Indonesia.Bersih”

Jakarta

” Apa Itu Gaya Hidup Zero Wasste” ?

Jakarta

“Sinergi Antara Pengetahuan Disiplin, Pengetahuan Subjek, dan Pengetahuan Pemecahan Masalah Untuk Pertumbuhan, Kemajuan Serta  Keberlanjutan Koperasi.”

Jakarta

Proyek Strategis Nasional (PSN), Kerap Disindir Publik Sebagai Proyek Sengsara Nasional,Mengapa” ?

Jakarta

“29 Januari 2025, Tahun Baru Imlek 2576 Kongzili”

Jakarta

SAMPAH, Ada Saatnya Dicaci Tapi Juga Dicari

Contact Us