Dampak PSN Bakal Terasa Tujuh Tahun Setelah Selesai
Jakarta, Februari, Liputan Nusantara (LN). Jaringan Keuskupan Agung Ende (KAE) ini terdiri dari para pemuka agama Katolik, akademisi hingga aktivis. Mereka menggelar diskusi terbuka, Sabtu (18/1/2025)malam. Geothermal atau dalam istilah Bahasa Indonesia disebut dengan Panasbumi, berasal dari kata Geo atau bumi dan Thermal atau panas dapat dengan sederhana diartikan sebagai sumber panas yang berasal dari dalam bumi . Manfaatnya ? dari pemanfaatan energi panas bumi secara langsung yaitu sebagai pemanasan kolam renang, pengeringan hasil pertanian, pembuatan gula aren, budidaya jamur, green house heating dan lain-lain.
diskusi jaringan Keuskupan Agung Ende saat berdiskusi menolak pembangunan geothermal di wilayah Keuskupan Agung Ende (KAE)
Dampak negatif geothermal ialah efek negatif dari pemanfaatan panas bumi salah satunya dapat memicu migrasi gas rumah kaca ke permukaan bumi dan pada akhirnya mencemari udara di sekitar kita.
Dilansir dari Pos kupang.com(19/1/’25 ), Sebagaimana hasil diskusi pemuka agama Katolik, akademisi hingga aktivis tersebut, seperti : RD Reginal Piperno JPIC, KAE dalam pemaparan awalnya mengatakan, dia dan Uskup Agung Ende Mgr Budi Kleden sempat melakukan kunjungan ke beberapa titik yang kemudian ditolak Keuskupan Agung Ende (KAE). Dalam temuan lapangan banyak dampak buruk berdasarkan pengamatan hingga keluhan umat setempat. “Dampak yang kelihatan pertama bagaimana tanaman kopi Arabika, tapi sekarang sebagian besar mati. Selain kopi ada tanaman lain. Wilayah ini sangat subur,” ujarnya RD Reginal Reginal Piperno, JPIC dalam diskusi yang dipandu Pater Felix Baghi.
Pemerintah akan mengerjakan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) pada tahun 2024.
Dengan kondisi ini, Uskup Agung Ende Mgr.Budi Kleden kemudian menolak pembangunan geothermal di wilayah Keuskupan Agung Ende. Selama ini, KAE pasca ada pernyataan penolakan dari Uskup Budi Kleden, para imam di KAE melakukan konsolidasi dalam membangun kesepahaman.
Para imam telah sepakat mendukung seruan itu. Hal itu menjadi panggilan korban, dampak dari proyek tersebut. “Kami sudah membangun kesepahaman bersama. Sejalan dengan bapak Uskup. Menolak pembangunan geothermal,” kata dia.
Dia mengatakan, saat ini sedang dibentuk tim khusus KAE geothermal. Tim itu terdiri dari tim hukum, juru bicara hingga tim peneliti maupun tim advokasi serta mendorong publikasi lebih masif.
Hal lainnya, pihaknya akan melakukan kunjungan lanjutan ke Sokoria untuk mengecek lagi lingkungan dan warga setempat. Sebab, ada laporan yang masuk mengenai upaya pemaksaan yang dilakukan.
“Mereka secara diam-diam ke mosalaki untuk membayar ke rumah-rumah. Kami sudah mendapat banyak informasi,”kata dia.
Bahkan, di tempat itu akan dilakukan pengeboran. Beberapa warga setempat juga sempat dijemput paska untuk melakukan persetujuan hibah tanah dalam upaya pengembangan geothermal di Sokoria.
- Regina Piperno JIPIC menambahkan, penolakan semacam ini harus dilakukan. Apalagi, saat ini sedang dilakukan pada tahap awal. Meski pada tahapan pertama di titik yang sama seperti di Mataloko sudah dilakukan dan berujung gagal ujar Piperno
Di wilayah Sokoria, kata dia, menjadi titik incaran pertama karena belum ada penolakan yang berarti. Meskipun ada, belum terbukanya jalur untuk menyampaikan aspirasi itu.
Disisi lain Aktivis Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI), Ida Longa Kepala Desa Wogo mengatakan, dia mengikuti persis kegiatan itu sejak awal, terutama di tahap II. Tahap awal berujung gagal, dia tidak mengikuti katanya.
“Tapi tahap II ini juga kami hanya menyaksikan saja bahwa lahan warga kami diserahkan,” kata Ida Longa yang aktivis WKRI ini.
Dia mengatakan, saat survei lahan pemerintah desa tidak dimintai pendapat. Justru pengembang langsung meminta itu ke pemilik warga setempat. Mereka melibatkan warga lokal lainnya sebagai upaya mempengaruhi warga lainnya sebagai pemilik lahan. Hampir beberapa desa sekitar desa Woga kini dikuasai investor.
Meski ada ganti untung, masyarakat masih belum khawatir dengan dampak yang akan timbul. Padahal sudah ada pengalaman pahit akibat kegagalan pengeboran di tahap pertama. Ida mengatakan, ia sampai saat ini hanya ingin agar dampak buruk dari geothermal tidak terjadi di wilayahnya. Dia khawatir warganya terkena dampak lebih parah seperti di daerah-daerah lainnya.
“Tolong supaya masyarakat saya jangan dirugikan,” kata dia
Lebih lanjut Dia mengatakan, warga yang tanahnya di bayar investor akan berpihak ke pengembang, sebaliknya mereka yang tidak dibayar melakukan protes.
Masyarakat masih berkutat dengan polemik siapa yang mendapat ganti untung. Diskusi lainnya mengenai dampak lainnya justru tidak ada.
Selama 20 tahun pasca titik pertama di bor, memang ada keluhan. Masyarakat mengeluhkan kalau atap rumah merka cepat berkarat. Disamping ada persoalan lain terutama menyangkut air bersih yang kerap terkontaminasi. Pos kupang.com)19/1/’25 Felix Baghi mengatakan ia memdapat dokumen AMDAL mengenai geothermaldi Mataloko, Kabupaten Ngada. Dokumen tebal itu dia melihat belum ada keterlibatan masyarakat secara penuh. “Setelah saya baca kata Pater Felix, kelihatan mereka ingin memenuhi syarat untuk perusahaan besar,” kata dia.
Selanjutnya Felix mengatakan AMDAL itu sebagai syarat dalam panduan agar proyek itu sesuai dengan analisis dampak lingkungan. Dokumen AMDAL yang dia peroleh adalah dokumen pada tahun 2021.
Dalam dokumen AMDAL tahun 2021 juga lanjut Felix terlihat ada pelelangan termin kedua dalam item proyek yang sama. Padahal sebelumnya belum studi lingkungan yang berjalan kata dia.
Menurut Felix, dalam dokumen itu terlihat bahwa kajian publik justru hanya dihadiri tidak lebih dari 50 orang. Dokumen AMDAL juga memuat 9 poin sebagai jalur proyek itu terlaksana sesuai dengan ketentuan.
Terkait dengan hal tersebut diatas (AMDAL),Saya Ringo Kabiro Liputan Nusantara DKI Jakarta, telah memberitakan pada media ini edisi November dibawah judul “Daftar 16 Proyek Negara di 2024 yang Jadi PR Prabowo-Gibran”. yang secara substansial menjelaskan bahwa WALHI menilai, regulasi ini (Perpres no.19 /2020 ) tidak menunjukkan perlindungan lingkungan hidup dan berpotensi merugikan masyarakat lebih luas. Kebijakan pembangunan yang diambil, katanya, berjalan terburu-buru, tanpa memperhatikan aspek lingkungan hidup.
“Kami berharap moratorium seluruh proyek strategis nasional dan evaluasi menyeluruh terhadap proyek yang sudah berjalan. Bagaimana efektivitasnya dan manfaat bagi masyarakat. Juga, kaji mendalam dan kritis terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup,” kata Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Walhi Nasional, belum lama ini.
Lebih lanjut Wili Leba aktivis lainnya, mendorong agar pembangunan kesadaran ke masyarakat terdampak. Wili juga berbicara mengenai langkah jaringan selanjutnya.
“Proyek ini rakus air. Air itu akan kering. Belum lagi ada dampak lainnya. Gatal-gatal dan lainnya,” ujarnya.(Ring-o)