Ilustrasi Hari Perempuan Internasional.(canva.com)
Jakarta, Maret, Liputan Nusantara (LN). kebijakan yang melindungi perempuan dan menghilangkan ketidakadilan gender. Seperrti tertuang dalam UU No.7 Tahun 1984 tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, dan Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG), dan beberapa kebijakan lainnya, telah menegaskan pentingnya keterlibatan perempuan dan berbagai upaya untuk menghapus diskriminasi dan ketidakadilan gender.
Ilustrasi Hari Perempuan Internasional(Shutterstock/Southworks)
Hari Perempuan Internasional 2025 diperingati pada tanggal 8 Maret, salah satu tujuannya untuk mewujudkan kesetaraan gender. Hal ini karena perempuan memiliki peran di banyak sektor penting. Mengutip laman Perserikatan Bangsa-Bangsa, enam dari sepuluh usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia, dimiliki dan dijalankan oleh perempuan. Lalu, bagaimana sejarah Hari Perempuan Internasional yang diperingati setiap tanggal 8 Maret tersebut?
Massa Aksi Hari Perempuan Internasional saat long march menuju Patung Kuda, Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (8/3/2024).(KOMPAS.com/XENA OLIVIA)
GMNI Kefamenanu Memperingati Hari Perempuan Internasional 2025 (Foto/RRI Atambua/Henny Kaesnube)
Melansir laman International Women’s Day, hari penting ini telah diperingati sejak 1900-an, di mana saat itu terjadi gejolak besar di dunia industri. Pada tahun 1908 kerusuhan hebat, perdebatan krisis, hingga ketidaksetaraan dialami perempuan. Sebanyak 15.000 perempuan di New York City menyuarakan hak-hak mereka sebagai pekerja. Dari Susy Susanti sampai Megawati Hangestri, Perempuan Indonesia Harumkan Bangsa dengan Olahraga.
Ratna Susianawati Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA)
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Provinsi Kalsel, Husnul Hatimah menyampaikan sambutan sekaligus membuka secara resmi Pelatihan Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan serta Pemenuhan Hak Perempuan di hotel Roditha Banjarmasin, Selasa (8/10/2019)
Tanggal 28 Februari 1908 adalah peringatan pertama Hari Perempuan Nasional (NWD) di Amerika Serikat dan terus diperingati setiap hari Minggu hingga tahun 1913. Tahun 1911 Hari Perempuan Internasional diperingati pertama kali di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss. Pada peringatan ini dikampanyekan hak perempuan untuk bekerja, memilih, mendapatkan pelatihan, menduduki jabatan publik, dan mengakhiri diskriminasi.
diskusi saat rapat internal staf Sub Office NTB pada awal Januari lalu
Pada 1913-1914 menjelang Perang Dunia Satu, setelah melewati diskusi panjang, tanggal 8 Maret disetujui sebagai Internasional Women’s Day (IWD) di Rusia. Setelah itu, setiap tanggal 8 Maret lebih banyak digunakan untuk rapat umum dan mengekspresikan solidaritas perempuan di beberapa wilayah, seperti Eropa hingga Inggris Raya. Tahun 1975 Hari Perempuan Internasional diperingati pertama kali oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan pada 1996 tema International Women’s Day pertama adalah, “Merayakan masa lalu, merencanakan masa depan”.
Hari Perempuan Internasional 2025 Kini, Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahun pada tanggal 8 Maret untuk terus menyuarakan hak-hak perempuan. Tahun ini, tema Hari Perempuan Internasional 2025 adalah, “For ALL women and girls: Rights. Equality. Empowerment”. Dikutip dari laman UN Women, terdapat tiga hal yang ingin diserukan melalui tema tersebut.
- Memajukan Maksudnya yaitu untuk memajukan hak-hak perempuan, anak perempuan, serta menentang segala bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi.
- Mempromosikan kesetaraan gender Menyuarakan untuk menghancurkan patriaki, mengubah ketidakadailan yang mengakar, mengangkat suara perempuan yang terpinggirkan
- Mendorong pemberdayaan Memberikan ruang kepada perempuan dalam dunia pendidikan, pekerjaan, kepemimpinan, dan pengambilan keputusan.
Sudah lebih dari seabad, masyarakat dunia memperingati Hari Perempuan Internasional (International Women’s Day/IWD) setiap 8 Maret. Untuk apa? Hari Perempuan Internasional awalnya muncul dari gerakan buruh. Benih-benih kemunculannya dimulai tahun 1908, ketika 15.000 perempuan melakukan demonstrasi di New York City, Amerika Serikat (AS) menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik, dan hak untuk memilih. Setahun kemudian, Partai Sosialis (Amerika Socialist Party of America) mendeklarasikan Hari Perempuan Nasional yang pertama. Deklarasi itu digelar pada 28 Februari 1909. Ide untuk menjadikan peringatan itu sebagai acara internasional datang dari Clara Zetkin, aktivis komunis dan pembela hak-hak perempuan. Tahun 1910, Zetkin mengajukan ide itu pada Konferensi Internasional Perempuan Pekerja di Kopenhagen, Denmark. Idenya didukung dengan suara bulat oleh 100 perempuan dari 17 negara yang hadir dalam konferensi tersebut. Hari Perempuan Internasional pertama dirayakan tahun 1911 di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss.(sumber BBC).
Konstitusi Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 telah menegaskan hak perempuan sebagai warga negara yang harus diakui, dilindungi dan dipenuhi.
Sayangnya, kebijakan ini tidak diintegrasikan kepada seluruh kebijakan, terutama kebijakan berkaitan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan pembangunan. UU Minerba dan UU Cipta Kerja atau dikenal omnibus law, adalah sedikit perundang-undangan yang tidak mempertimbangkan situasi, pengalaman dan pengetahuan lokal perempuan petani, perempuan nelayan, perempuan adat, perempuan miskin kota dan perempuan marginal lainnya. Bahkan yang terakhir, kehadiran UU Ibu Kota Negara juga tidak mempertimbangkan situasi perempuan dan tidak ada ruang bagi perempuan untuk menyampaikan pandangannya. Ini terbukti dengan tidak adanya kajian gender terhadap rencana pembangunan IKN di Kalimantan Timur.
Adanya perempuan sebagai legislator pembuat perundang-undangan di Indonesia, belum menjamin adanya keberpihakan terhadap perempuan. Meskipun, ini menjadi affirmative action dalam mendorong keterwakilan perempuan di Parlemen, namun penting secara perspektif keberpihakannya pada perempuan. Fakta bahwa kebijakan yang lahir tidak mempertimbangkan situasi dan kondisi perempuan, ditunjukkan dengan data-data kekerasan dan penindasan yang terjadi.
Seharusnya, kebijakan-kebijakan perlindungan perempuan diintegrasikan pada seluruh sektor, termasuk sektor lingkungan dan sumber daya alam. Karena situasi perempuan sangat terikat dengan situasi lingkungan dan sumber daya alamnya. Bahwa alam memiliki makna tersendiri bagi perempuan, tidak hanya dilihat sebagai ekonomi, tetapi juga merupakan ruang sosial dan budaya, serta berkaitan pada identitas politik perempuan.
Pergerakan Perempuan Pejuang Lingkungan.
Sejarah 8 Maret menjadi “Hari Perempuan Sedunia” tidak terlepas dari perjuangan perempuan untuk melawan sistem partiarkhi yang merusak lingkungan dan merampas hak-hak perempuan atas lingkungan hidup dan sumber daya alamnya.
Tingginya pengrusakan lingkungan yang memperparah situasi perempuan, telah mendorong perempuan-perempuan bergerak melawan penghancuran lingkungan. Gerakan perempuan untuk memperjuangkan lingkungan hidup terus meluas untuk menuntut keadilan ekologis. Meskipun suara-suara perempuan masih sering diabaikan oleh penyelenggara negara.
Pada Hari Perempuan Sedunia, 8 Maret 2022, WALHI sebagai organisasi lingkungan yang juga bersama perempuan pejuang lingkungan terus bergerak untuk menuntut Penyelenggara Negara menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melindungi dan memastikan keberlanjutan lingkungan dan hak-hak rakyat, termasuk perempuan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Konstitusi Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945.
Walhi Serukan Maklumat Pulihkan Indonesia
Dilansir dari Tempo.co, Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) mengeluarkan seruan terbuka Maklumat Pulihkan Indonesia. Hal itu dilakukan sebagai panggilan kepada rakyat Indonesia merespons situasi meningkatnya pelanggaran dalam mengelola lingkungan yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Menurut Manager Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi, Satrio Manggala, latar belakang seruan ini adalah merespons tindakan pengabaian negara terhadap sejumlah putusan pengadilan yang memenangkan perjuangan rakyat atas pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup lestari.
“Pertama, pelemahan supremasi hukum. Pelemahan ini salah satunya dilakukan melalui pembajakan legislasi,” ujar dia dalam keterangan tertulis, Senin, 24 Januari 2022.
Satrio memberikan contoh pada bagaimana setting pembajakan legislasi ini dimulai dengan revisi UU KPK. Selain itu, kata dia, pembajakan dilanjutkan dengan tetap mengesahkan UU Cipta Kerja (Omnibus Law) yang dinilai akan semakin meningkatkan perampasan wilayah kelola rakyat.
Kemudian kedua, Satrio melanjutkan, peningkatan daya opresi penyelenggara negara kepada rakyat. Hal ini, disebutnya semakin masif terjadi dengan dibarengi tindak kekerasan dan kriminalisasi.
“Walhi mencatat sepanjang tahun 2021 sejumlah 53 orang menjadi korban kekerasan dan kriminalisasi. Dan 10 di antaranya adalah
Dan ketiga, puncak dari tindakan penyelenggara negara adalah pembangkangan terhadap konstitusi. Menurut Satrio, penyelenggara negara tidak tunduk atas putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/2021 tentang UU Cipta Kerja. Padahal pada amar nomor 7 jelas memerintahkan kepada penyelenggara negara untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
“Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” Tutup Satrio Manggala. ( Ring-o)