Puspa Dewi selaku Ketua Panitia Pelaksana ICJS di Eksekutif Nasional WALHI, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan usai agenda Menuju ICJS pada Selasa (5/7/2025). (Foto: NU Online/Risky)
Jakarta, Agustus, Liputan Nusantara (LN), Perjuangan untuk keadilan iklim kini tak lagi hanya terjadi di ruang-ruang konferensi. Media sosial telah menjadi alat penting untuk menyuarakan isu, membangun kesadaran, dan menggerakkan aksi nyata. Tapi, bagaimana caranya agar advokasi kita tidak sekadar viral, tapi juga berdampak?
Sebagaimana yang saya(Ringo)kabiro Liputan Nusantara DKI Jakarta,beritakan di media ini (LN) edisi 12 Desember 2024 dibawah judul ”Komitmen Global dan Aksi Lokal Iklim Indonesia” Saya jelaskan bahwa Indonesia mendapat predikat sebagai negara super power dalam pengendalian perubahan iklim. Hal itu diungkap oleh Alok Sharma Presiden Konferensi Perubahan Iklim Dunia (COP) ke 26 di Glasgow Inggris akhir tahun 2021. Predikat ini menjadi semangat Indonesia untuk terus meningkatkan aksi-aksi iklim demi menjaga suhu bumi tidak meningkat lebih dari 2 derajat.Dikutip dari siaran PERS Nomor: SP.363/HUMAS/PPIP/HMS.3/12/2022.

Ilustrasi krisis iklim. (Foto: Freepik)
Gus Yahya saat berpidato pada Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim, yang akan diadakan pada 6-7 November 2023 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE). (Foto: Dok. LTN PBNU)
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanti menyebutkan di tahun 2022 telah terbit dokumen IPCC yang baru Assesment Report (AR6) yang menjelaskan bahwa dampak terhadap lingkungan dan ekosistem akibat kenaikan suhu 2 derajat celcius itu jauh sekali melampaui yang diprediksikan.
“Forum Indonesia Climate Justice Sumit (ICJS)2025 dorong RUU Keadilan Iklim dan partisipasi masyarakat rentan.”
“Oleh karena itu ujar Laksi, jika kita semua tidak bisa menjaga kenaikan suhu ini kita akan kehilangan banyak sekali ekosistem penting,” kata dia pada acara Refleksi Kinerja KLHK Tahun 2022, di Jakarta, Kamis (29/12).
Beberapa prestasi dari peningkatan ambisi iklim yang diraih di tahun 2022 antara lain:
(1) Indonesia merupakan salah satu negara berkembang anggota G20 yang mempunyai kebijakan FOLU net-sink 2030,
(2) Indonesia merupakan salah satu dari 39 negara yang meningkatkan ambisi Nationally Determined Contribution (NDC)nya melalui Enhanced NDC per 23 September 2022 dengan peningkatan target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri menjadi 31,89% dan target dengan dukungan internasional menjadi 43,20%.
(3) Saat ini Indonesia adalah satu-satunya negara penerima Result Based Payment (RBP) REDD+ dari GCF (USD 103 Juta), Norwegia (USD 56 juta) dan FCPF (USD 20,9 juta), Komitmen total BioCF (USD 70 juta) dan FCPF (USD 120 juta),
(4) Indonesia merupakan salah satu negara yang mengajukan dan memperbarui komunikasi adaptasi secara berkala.
(5) Indonesia merupakan salah satu negara yang mengeluarkan peraturan Carbon Pricing yang meliputi Artikel 5 dan Artikel 6 Persetujuan Paris, serta yang terbaru
(6) Indonesia telah meratifikasi Amandemen Kigali lewat Peraturan Presiden No. 129 tahun 2022 yang menjadikan HFC sebagai komitmen gas baru dalam NDC Indonesia.
Aliansi Rakyat untuk Keadilan Iklim (ARUKI) dibentuk bertujuan mewujudkan keadilan iklim. Dan kita ingin mendorong pemerintah juga mengubah cara pandangnya.dilansir dari (https://www.nu.or.id/nasional) Kalau yang diubah hanya perubahan iklimnya itu kemudian banyak menegasikan pada hak asasi manusia,” katanya kepada awak media. “Makanya kenapa kita menekankan RUU Keadilan Iklim, karena di dalamnya meletakkan masyarakat sebagai subjek tanpa menghilangkan keanekaragaman hayati dan situasi lingkungan sekitarnya,” imbuh Dewi. Sejalan, Ketua Bidang Advokasi dan Jejaring Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Zainal Arifin mengatakan, mengenai krisis iklim tidak bisa hanya dengan memandangnya sebagai situasi alamiah. Hal ini terkesan bahwa warga negara dituntut untuk beradaptasi, alih-alih mencabut akar masalahnya. “Maka berbicara soal keadilan iklim, kita berbicara soal pengurangan emisi, tidak boleh lagi ada pembabatan hutan dan menghentikan segala praktek-praktek industri ekstraktif,” tuturnya.
Sebentar lagi Climate Justice Summit (CJS) 2025 akan hadir sebagai forum rakyat yang mengumpulkan suara dari berbagai kelompok rentan termasuk penyandang disabilitas dengan topik “Sosialisasi temu Rakyat Keadilan Iklim”. perempuan, masyarakat adat, nelayan, petani, buruh, pekerja informal, orang muda untuk menuntut keadilan iklim.
Demikian H Iskandar Leman melalui WAG ALS Jakarta- Tangerang mengajak publik untuk bergabung mengikuti zoom meeting (9 Agustus 2025 jam 09.30
CJS adalah ruang pertemuan masyarakat sipil, organisasi akar rumput, dan kelompok terdampak krisis iklim untuk:
* Berbagi pengalaman tentang dampak perubahan iklim.
* Menyusun resolusi dan tuntutan politik kepada pemerintah.
* Mendorong RUU Keadilan Iklim dan komitmen iklim yang inklusif di tingkat nasional dan global.
Keadilan gender dan disabilitas berarti perlakuan adil dan setara terhadap semua orang, tanpa memandang jenis kelamin atau status disabilitas. Hal ini mencakup akses yang sama terhadap sumber daya, peluang, dan hak-hak dalam berbagai aspek kehidupan, serta penghapusan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan yang disebabkan oleh perbedaan gender atau disabilitas.
Apa makna dari kesetaraan gender?
Pengertian kesetaraan gender merujuk kepada suatu keadaan setara antara laki-laki dan perempuan dalam pemenuhan hak dan kewajiban. Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, di seluruh dunia.
Sedangka makna Disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 8/2016 tentang penyandang disabilitas.
Gender dan disabilitas adalah dua aspek identitas sosial yang membentuk pengalaman, peluang, dan tantangan seseorang dalam masyarakat. Baik gender maupun disabilitas juga dapat bersinggungan dengan faktor-faktor lain, seperti ras, kelas, usia, agama, seksualitas, dan sebagainya, sehingga menciptakan berbagai bentuk penindasan atau privilese yang kompleks.
CJS adalah ruang pertemuan masyarakat sipil, organisasi akar rumput, dan kelompok terdampak krisis iklim
Apa arti krisi iklim ? Krisis iklim adalah kondisi genting yang disebabkan oleh perubahan iklim akibat pemanasan global, yang menimbulkan dampak negatif pada bumi dan kehidupan manusia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Krisis iklim adalah istilah yang menggambarkan pemanasan global dan perubahan iklim, beserta akibatnya.
BioScience, artikel Januari 2020, yang didukung oleh lebih dari 11.000 ilmuwan di seluruh dunia, menyatakan bahwa “krisis iklim telah tiba” dan bahwa “peningkatan skala besar dalam upaya untuk melestarikan biosfer kita diperlukan untuk menghindari penderitaan yang tak terhitung akibat krisis iklim.”
Berbicara tentang iklim, sebagaimana yang saya (Ringo) Kabiro Liputan Nusantara DKI Jakarta, beritakan di media ini (LN) edisi 12 Desember 2024 dibawah judul ”Komitmen Global dan Aksi Lokal Iklim Indonesia” Saya jelaskan bahwa Indonesia mendapat predikat sebagai negara super power dalam pengendalian perubahan iklim. Hal itu diungkap oleh Alok Sharma Presiden Konferensi Perubahan Iklim Dunia (COP) ke 26 di Glasgow Inggris akhir tahun 2021. Predikat ini menjadi semangat Indonesia untuk terus meningkatkan aksi-aksi iklim demi menjaga suhu bumi tidak meningkat lebih dari 2 derajat.Dikutip dari siaran PERS Nomor: SP.363/HUMAS/PPIP/HMS.3/12/2022.
Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanti menyebutkan di tahun 2022 telah terbit dokumen IPCC yang baru Assesment Report (AR6) yang menjelaskan bahwa dampak terhadap lingkungan dan ekosistem akibat kenaikan suhu 2 derajat celcius itu jauh sekali melampaui yang diprediksikan.
“Oleh karena itu ujar Laksi, jika kita semua tidak bisa menjaga kenaikan suhu ini kita akan kehilangan banyak sekali ekosistem penting,” kata dia pada acara Refleksi Kinerja KLHK Tahun 2022, di Jakarta, Kamis (29/12).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memaparkan kesuksesan Indonesia menurunkan emisi karbon antara tahun 2020 hingga 2022 dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G77 dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) dalam rangkaian World Climate Action Summit (WCAS) COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), Jumat (1/12/2023). Jokowi menyebut Indonesia sukses menurunkan emisi karbon hingga 42 persen dibandingkan dengan perencanaan Business as Usuall (BAU) tahun 2015. Jokowi juga menyebut sudah bekerja keras untuk memperbaiki pengelolaan Forest and Other Land Use (FOLU), serta mempercepat transisi energi menuju energi baru terbarukan. Indonesia terus menjaga dan memperluas mangrove dan merehabilitasi hutan dan lahan, serta menurunkan deforestasi pada titik terendah dalam 20 tahun terakhir.
Menanggapi itu, Direktur Eksekutif Yayasan MADANI Berkelanjutan, Nadia Hadad mengatakan klaim kesuksesan Presiden Jokowi terhadap upaya penurunan emisi karbon dan deforestasi Indonesia dari tahun ke tahun, tidak boleh membuat negara ini lengah terhadap krisis iklim yang makin mengkhawatirkan. “Indonesia harus tetap tegas menuju titik akhir net-zero emisi dengan menyapih bahan bakar fosil, apalagi mengingat bahwa data dan fakta harus dilihat utuh dari berbagai perspektif,” ujar Nadia melalui keterangan tertulis diterima NU Online, Selasa (5/12/2023).
Laporan terbaru Global Carbon Project (GCP) menunjukkan bahwa di tahun 2023 ini Indonesia menduduki sepuluh besar penyumbang emisi terbesar di seluruh dunia. Jumlah karbon yang dihasilkan Indonesia meningkat sebesar 18,3% dari tahun 2022, peningkatan paling banyak dibandingkan negara-negara lainnya. Kenaikan emisi berasal dari penggunaan energi fosil (khususnya batu bara), alih fungsi lahan, dan deforestasi Indonesia yang tinggi. Menurut Nadia dari pencapaian yang disampaikan Presiden Jokowi, masih banyak catatan dan pekerjaan rumah yang masih tertinggal.
“Kita memang harus mengapresiasi keberhasilan pemerintah Indonesia karena telah mampu menekan laju deforestasi. Meskipun demikian, masih banyak ketidaksesuaian antar kebijakan penurunan emisi Indonesia yang justru berpotensi memberikan tekanan untuk pengalihfungsian hutan,” tegas Nadia. Sebagai contoh, Nadia memaparkan dokumen Enhanced NDC yang masih memberikan kuota deforestasi 359 ribu hektar per tahun hingga 2030. Padahal untuk mencapai Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, sudah tidak ada lagi ruang deforestasi bagi Indonesia hingga 2030. Belum lagi, ketidakselarasan antar target pengurangan emisi dari sektor energi dan kehutanan juga berpotensi memberikan ancaman deforestasi yang lebih lanjut.
Program Assistant Hutan dan Iklim Yayasan MADANI Berkelanjutan, Salma Zakiyah menambahkan bahwa pembangunan hutan tanaman energi untuk memenuhi target co-firing biomassa akan berpotensi menimbulkan deforestasi baru.
“Kebijakan pengurangan emisi di sektor energi seharusnya tidak membebani upaya pengurangan emisi di sektor kehutanan dan lahan, agar tidak terjadi trade off pengurangan emisi Indonesia. Saat ini masih terdapat setidaknya 9,7 juta hektar hutan alam yang harus segera dilindungi untuk mencegah situasi di mana emisi hanya dipindahkan dari sektor ke sektor lain,” bebernya.
Abu Dhabi, NU Online Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf menyerukan kepada para pemuka agama dunia agar masalah kemanusiaan, koeksistensi, perdamaian, dan menjaga lingkungan hidup harus menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda-agenda strategis mereka. Hal tersebut disampaikan oleh Gus Yahya dalam pidatonya pada Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim, yang diadakan pada 6-7 November 2023 yang lalu di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (Ring-o)