
Jakarta ,Liputannusantara.id – Dunia penerbangan Indonesia kembali diselimuti duka. Seorang balita perempuan berinisial CALG meninggal dunia akibat sesak napas dalam penerbangan Super Air Jet IU 956 rute Jakarta–Silangit pada Minggu (20/4/2025). Insiden tragis ini terjadi sesaat sebelum pesawat mendarat di Bandara Silangit, Tapanuli Utara, Sumatera Utara.
Korban merupakan anak ketiga dari pasangan keluarga Lumban Gaol yang tengah dalam perjalanan ke kampung halaman untuk melayat kerabat. Namun, perjalanan tersebut berubah menjadi tragedi saat balita (CALG) mengalami kondisi darurat medis diduga akibat suhu panas dan kepenuhan di dalam kabin pesawat menjelang pendaratan.
Menurut keterangan ayah korban, Alpri, tidak ada tindakan pertolongan medis yang diberikan oleh awak kabin meskipun situasi darurat telah terjadi. “Tidak ada satu pun awak pesawat yang membantu. Kami panik dan hanya bisa berharap segera mendarat,” ujar Alpri.
Setelah pesawat mendarat, Alpri berlari keluar dari pesawat sambil menggendong putrinya dan langsung mencari bantuan. Petugas keamanan penerbangan (Avsec) segera membawa korban ke Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Silangit.
Namun, petugas medis KKP menyatakan balita CALG telah meninggal dunia. Jenazah kemudian dibawa ke RSU Sint Lucia untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Pihak rumah sakit menyatakan korban sudah tidak bernyawa saat tiba dan mengeluarkan surat keterangan kematian bernomor 041/RSUL-RM/SKMP/IV/2025.
Tragedi ini memicu kritik tajam terhadap prosedur penanganan darurat di dalam kabin. Pengamat penerbangan dan lembaga perlindungan konsumen mempertanyakan kesigapan awak pesawat serta minimnya tindakan medis selama penerbangan.
Beberapa pihak bahkan mendorong keluarga korban untuk menempuh jalur hukum guna menuntut pertanggungjawaban dari PT Super Air Jet. Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) didesak segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh, dengan fokus pada tekanan kabin, kapasitas kru menangani situasi darurat medis, serta respons petugas darat saat terjadi krisis.
Pernyataan dari pihak manajemen PT Super Air Jet turut menuai kritik. Yuda Hasibuan, perwakilan maskapai, mengatakan bahwa kematian penumpang karena kondisi alami tidak termasuk dalam kategori yang bisa diklaimkan kompensasi. “Kondisi seperti itu tidak mendapatkan kompensasi apapun dari operator atau maskapai,” ujarnya.
Aktivis pemerhati sosial, Dedi Haryanto, menilai bahwa pernyataan tersebut menunjukkan ketidaktahuan pihak maskapai terhadap aturan yang berlaku.
“Pihak manajemen PT Super Air Jet jelas tidak memahami Peraturan Menteri Nomor PM 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara. Aturan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 yang bertujuan melindungi pengguna jasa penerbangan,” tegas Dedi.
Tragedi ini menjadi pengingat keras akan pentingnya kesiapsiagaan dan tanggung jawab semua pihak dalam menjamin keselamatan serta aspek kemanusiaan dalam dunia penerbangan nasional.
Marbun