Kota Tangerang,Liputannusantara.id-Perjalanan Pernikahan
Pernikahan adalah komitmen suci yang diikat dalam iman dan janji seumur hidup, terlebih dalam ajaran Katolik yang mengajarkan sifat sakral, tidak terceraikan, dan satu untuk selamanya. Namun, realitas perjalanan hidup tak selalu seindah harapan. Kisah perjalanan rumah tangga Andreas STP dan Siwi Dwi Pangestu menjadi salah satu contoh nyata.
Mereka menikah pada 17 April 2021 dalam upacara KatolikĀ dianugerahi dua orang anak. Awalnya, keluarga ini hidup rukun dan damai meskipun tak luput dari riak kecil perselisihan, yang dianggap mereka sebagai bagian dari proses pendewasaan dalam pernikahan.
Keretakan Rumah Tangga
Andreas, seorang karyawan swasta, dan Siwi, guru di KB TK Strada Dewi Sartika III Kota Tangerang, memiliki penghasilan dan karir masing-masing. Namun, perbedaan prinsip,dan patut diduga adanya campur tangan pihak katiga mulai meretakkan keharmonisan rumah tangga mereka. Konflik yang awalnya dianggap biasa mulai berubah menjadi perselisihan tajam, hingga berujung pada gugatan di Pengadilan Negeri Kota Tangerang oleh pihak istri.
Dalam ajaran Katolik, perceraian bukanlah suatu hal yang diakui. Ikatan suci pernikahan diartikan sebagai sesuatu yang kekal dan tak boleh diputuskan. Namun kenyataan yang terjadi pada Andreas dan Siwi menunjukkan bahwa tak semua pernikahan mampu bertahan pada ujian yang ada.
Peran Yayasan dan Mediasi yang Gagal
Sesuai dengan nilai-nilai moral, pihak Yayasan KB TK Strada Sartika III tempat Siwi bekerja, bersama pihak Pastor, telah melakukan upaya mediasi untuk mendamaikan pasangan ini. Bahkan, mediasi dilakukan hingga tiga kali. Sayangnya, proses tersebut berakhir tanpa hasil yang memuaskan.
Menurut keterangan kepala sekolah yang kami temui pada Senin, 13 Januari 2025, usaha mediasi terhambat oleh alasan pribadi Swi yang merasa sakit hati mendalam terhadap sang suami. Yayasan mengakui bahwa pihaknya memiliki keterbatasan untuk masuk ke ranah personal karena itu merupakan privasi individu.
Pandangan Media
Sebagai pihak yang peduli terhadap nilai-nilai keluarga, kami turut prihatin dengan situasi yang menimpa keluarga ini. Kami melihat gagalnya mediasi ini sebagai sebuah pelajaran penting bagi semua pihak, terutama lembaga dan masyarakat, untuk lebih proaktif dalam mendukung pemulihan keluarga yang sedang dilanda konflik.
Namun demikian, keberhasilan mediasi sejatinya tidak semata-mata menjadi tanggung jawab Yayasan atau pihak lain. Butuh komitmen dari kedua belah pihak untuk mewujudkan rekonsiliasi dan menjaga keutuhan pernikahan sesuai nilai-nilai ajaran agama.
Semoga kisah ini dapat menjadi pembelajaran berharga dan memotivasi pasangan lain untuk menghadapi ujian rumah tangga dengan komunikasi yang baik dan upaya penyelesaian yang damai.
Marbun