Menu

Mode Gelap
 “Ekoteologi ; Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan” Kapolres Jauhari Datangi SMK Yuppentek 1, Ajak Pelajar Jauhi Tawuran dan Gangster Remaja Pihak Bandara Sukarno Hatta Bersama Pol PP Kab.Tangerang Gelar Edukasi Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan Kapolda Banten Ajak BEM Nusantara Tingkatkan Peran Mahasiswa dalam Kamtibmas* KOPRI PK PMII Komfuspertum Gelar Sekolah Islam Gender dan Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan Tindak Lanjut Anev Kapolda, Bidhumas Polda Banten Gelar Pembinaan Kehumasan*

Jakarta

 “Ekoteologi ; Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan”

badge-check


					 “Ekoteologi ; Mengamalkan Iman, Melestarikan Lingkungan” Perbesar

Ekoteologi: Merawat Bumi, Menjaga Iman 🌱 Alam Semesta bukanlah Sekadar Benda Mati

Jakarta, November, Liputan Nusantara (LN), ekoteologi adalah konsep yang menggabungkan iman dan pelestarian lingkungan, yang berarti menjaga alam adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab keimanan, bukan hanya masalah etika, dengan memandang alam sebagai ciptaan Tuhan yang harus dirawat sebagai wujud pengabdian dan syukur. Ini mendorong tindakan nyata seperti menanam pohon, hemat energi, dan pengelolaan sampah sebagai praktik keagamaan, sejalan dengan peran manusia sebagai wakil Tuhan (khalifah) di bumi untuk menjaga keseimbangan alam semesta.
Iman dan Lingkungan Terintegrasi: Tindakan menjaga lingkungan (ekologis) adalah bagian integral dari praktik keagamaan (teologis).

Ekoteologi: Merawat Bumi, Wujud Iman dan Asta Cita,

Alam Sebagai Amanah: Manusia diberi mandat untuk memelihara alam, menjadikannya titipan yang harus dipertanggungjawabkan.
Ibadah Nyata: Ibadah tidak hanya ritual formal, tapi juga tindakan konkret seperti tidak membuang sampah sembarangan atau menanam pohon, yang bernilai spiritual.
Tanggung Jawab Kolektif: Merusak lingkungan dianggap dosa kolektif, sementara melestarikannya adalah wujud komitmen kepada Tuhan.

 


Implementasi Nyata
Gerakan Kemenag: Kementerian Agama RI menginisiasi program ekoteologi, menerbitkan buku panduan, dan mendorong gerakan penanaman pohon serta program rumah ibadah ramah lingkungan.
Sebagaimana penulis beritakan di media ini edisi 10 Januari dibawah judul Hari Gerakan Sejuta Pohon Menurut situs Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cilacap, 10 Januari diperingati sebagai Hari Gerakan Menanam Sejuta Pohon Sedunia. Hari Gerakan Sejuta Pohon pada dasarnya dibuat sebagai upaya pelestarian lingkungan dan penyelamatan ekosistem hutan.
Awal mula adanya gerakan menanam sejuta pohon adalah sebagai bentuk respons atas penebangan liar di hutan. Selain itu, gerakan ini mencoba menunjukkan urgensi pohon sebagai aspek yang sentral bagi kehidupan di bumi.
Sebagaimana penulis beritakan di media ini pada edisi 9 Oktobe 2023 dibawah judul “KRISIS IKLIM GLOBAL”bahwa, iklim Global adalah distribusi panas dan curah hujan jangka Panjang dipermukaan bumi. Saya jelaskan juga dalam edisi tersebut bahwa, Penyebab Krisis iklim global ini, adalah manusia “antropis” alasannya, gas rumah kaca diatmosfir,yang menyebabkan pemanasan global, stabil hingga abad sembilan belas, dengan volume dibawah 300 bagian perjuta. . Namun pada abad pertengahan ,seiring dengan perkembangan industri, emisi mulai meningkat secara signifikan seperti yang dikonfirmasi Observatorium Mauna Loa,yang telah melakukan pengukuran harian Karbon dioksida sejak tahun 1958, saat saya kata Sri Paus Fransiskus menulis Laudato Si’, emisi tersebut mencapai angka tertinggi dalam sejarah 400 bagian perjuta Pada bulan Juni 2023.
“Sekecil apapun kerusakan ekologis yang kita timbulkan, kita dipanggil untuk mengakui kontribusi kita kecil atau besar, terhadap luka-luka dan kerusakan alam ciptaan” (LS-8)
Mari kita bergerak bersama seluruh guru dan peserta didik menanam 1 orang 1 pohon. Kita jaga & lestarikan keutuhan bumi rumah kita bersama.
Aksi Sehari-hari: Memulai dari hal kecil seperti mengurangi plastik, hemat energi, menghemat air, dan menjaga kebersihan di lingkungan sekitar.
Pendidikan: Mengintegrasikan ajaran ekoteologi dalam dakwah dan pendidikan agama agar jamaah memahami tanggung jawab ekologisnya.
Landasan Teologis
Islam: Merujuk pada konsep khalifah filard dan perintah menjaga alam dari kerusakan (fasad) seperti yang disebutkan dalam Al-Qur’an (misalnya, Ar-Rum: 41).
Kristen: Berdasarkan mandat dalam Kejadian 2:15 untuk memelihara ciptaan Tuhan.
Lintas Agama: Konsep ini juga berlaku universal, melihat alam sebagai tanda kebesaran Tuhan yang harus dijaga oleh semua umat beragama.
Kementerian Agama RI on Instagram 20 Sep 2025 — alam semesta bukan sekadar benda mati melainkan ciptaan Tuhan yang memiliki nilai spiritual. etis dan religius.(Ring-o)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

“Latihan Dasar Kepemimpinan Siwa (LDKS )” ?

4 Desember 2025 - 07:27 WIB

“Krisis iIklim Bukanlah Takdir Alam. Melainkan dampak dari Keserakahan Manusia dalam Mengeksploitasi Sumber Daya Bumi”.

2 Desember 2025 - 09:53 WIB

“Kisah Greta Thunberg, Remaja yang menantangPemimpin Dunia di Konferensi Perubahan Iklim     COP’ 25”

29 November 2025 - 11:48 WIB

“HUT Persatuan Guru Republik Indonesia  (PGRI)”

25 November 2025 - 09:10 WIB

” Guru Hebat, Indonesia Kuat”

21 November 2025 - 13:47 WIB

Trending di Jakarta