Menu

Mode Gelap
Polsek Cikupa Gelar Patroli Cipkon Antisipasi Gangguan Kamtibmas di Wilayah Hukum Developer Belum Mengembalikan Uang Muka atas Pembatalan Pembelian Rumah di Perumahan PGRI Residence, Tanah Merah Sepatan, Konsumen: Saya Di Janjikan Terus* Sosialisasi Ranperda Tentang Pertanian Organik Di Provinsi Sumatera Utara. Komitmen Jaga Kindusifitas, Kalapas Jember Rutin Trolling Didalam Lingkungan Lapas Polsek Cikupa Gelar Pengamanan Ibadah Minggu Kasih di Sejumlah Gereja Wilayah Hukum Cikupa Lampu penerangan jalan Tol padam ternyata kabelnya di curi*

Uncategorized

“Taman Flora dan Perjuangan Hidup Oleh Adartha Ketum KRIS”

badge-check


					“Taman Flora dan Perjuangan Hidup Oleh Adartha Ketum KRIS” Perbesar

Jakarta, Liputan Nusantara.id- Taman Flora, juga dikenal sebagai Kebun Bibit Bratang, adalah taman kota di Surabaya yang dulunya merupakan tempat pembibitan dan kini menjadi ruang publik dengan beragam fasilitas seperti area bermain anak, koleksi hewan (rusa dan ikan), perpustakaan, area olahraga, serta berbagai jenis tanaman dan bunga. Taman ini berlokasi dekat Terminal Bratang, beroperasi dari pukul 08.00 hingga 18.00 WIB, dan tidak memungut biaya tiket masuk selain biaya parkir.

Sebuah perjuangan hidup antara Bara dan Nita yang sudah lima tahun nikah tapi, belum dikaruniq I seorang bayi. Malam itu, mereka berdoa bersama. Di tengah gemuruh hujan, dua hati yang luka menemukan kekuatan baru. Waktu berlalu. Tahun keenam pernikahan datang tanpa tanda kehamilan. Tapi rumah kecil itu tak lagi sepi. Setiap Sabtu sore, belasan anak TK datang ke sana untuk belajar menggambar bersama (maklum Nita adalah guru TK )
“Bu Anita dan Pak Bara.” Mereka tertawa, bernyanyi, berlari di halaman. Bara dan Anita memandangi mereka dari beranda, tersenyum.

“Lihat, Nita,”(guru TK) kata Bara (guru SMA)pelan. “Mungkin Tuhan tidak memberi kita anak kandung, tapi memberi banyak anak hati.” Anita menatapnya dengan mata basah.
“Iya, Mas. Dan aku mencintai mereka seperti anakku sendiri.” Di luar, suara anak-anak kecil mulai terdengar di halaman. Hidup mereka tetap sederhana, tetap tanpa anak kandung. Tapi setiap tawa anak-anak TK yang memanggil “Bu” dan “Pak” adalah bukti Tuhan memang tidak pernah lupa memberi cinta. Hanya caranya yang berbeda.
Pernikahan Bara dan Nita merupakan beda agama (Islam dan Katolik) dan suku(Jawa dan Batak )Namun tidak tidak memisahkan cinta mereka. Mereka jalani dengan Cinta kasih.

Pernikahan di Indonesia antara dua individu dengan latar belakang agama yang berbeda tidaklah mudah. Selain harus menghadapi tantangan dari segi sosial dan budaya, proses birokrasi yang rumit juga menjadi hal yang harus dihadapi. Tidak mengherankan jika banyak pasangan yang memiliki perbedaan keyakinan memilih untuk menikah di luar negeri.
Dalam hal legalitas perkawinan beda agama di Indonesia, aturan utamanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan syarat sahnya perkawinan, yaitu:
(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Oleh karena itu, pasangan yang ingin menikah dengan beda agama harus memastikan bahwa perkawinannya dilakukan sesuai dengan aturan agama masing- masing.

Secara prinsip, Undang-Undang Perkawinan di Indonesia mengakui hanya pernikahan yang dilakukan dalam satu agama dan tidak mengakui pernikahan antara individu dengan keyakinan agama yang berbeda.
Dalam perkembangannya, berdasarkan Putusan MA No. 1400 K/Pdt/1986, pasangan beda agama bisa meminta persetujuan pengadilan agar pernikahannya dicatat oleh catatan sipil, yang kemudian diakomodir oleh Pasal 35 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, pencatatan perkawinan berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan. Perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama. Dengan demikian, pencatatan perkawinan beda agama hanya dapat dilakukan jika terdapat penetapan dari pengadilan.

Hari-hari berikutnya menjadi berat. Bara mulai sering diam, Anita makin sensitif. Kadang pertengkaran kecil jadi besar hanya karena hal sepele. “Mas, kenapa sih diam terus? Aku capek disalahkan dunia!”
Setelah pertengkaran itu, Anita mengurung diri di kamar. Di tangannya, rosario kecil yang selalu ia genggam sejak mereka menikah., Dalam keheningan, ia berdoa:
“Tuhan, kalau memang aku tak pantas jadi ibu, biarlah Engkau pakai aku untuk menjadi cahaya bagi anak-anak TK-ku. Tapi tolong… jangan biarkan Bara berpaling dariku.”
Suatu malam, hujan deras mengguyur Surabaya.
Bara pulang larut, basah kuyup. Ia duduk di kursi ruang tamu, memandangi foto pernikahan mereka di dinding.Anita keluar dari kamar, membawa handuk“Mas…”Bara menatapnya.

Air mata jatuh tanpa bisa ditahan.“Maafkan aku, Nita. Aku hampir menyerah. Aku sempat berpikir… menikah lagi.”Anita menutup mulutnya, menahan tangis. Tapi lalu ia mendekat, memeluk suaminya erat. Malam itu, mereka berdoa bersama. Di tengah gemuruh hujan, dua hati yang luka menemukan kekuatan baru.

Waktu berlalu. Tahun keenam pernikahan datang tanpa tanda kehamilan. Tapi rumah kecil itu tak lagi sepi.

Setiap Sabtu sore, belasan anak TK datang ke sana untuk belajar menggambar bersama
“Bu Anita dan Pak Bara.”

Mereka tertawa, bernyanyi, berlari di halaman. Bara dan Anita memandangi mereka dari beranda, tersenyum.

“Lihat, Nita,” kata Bara pelan. “Mungkin Tuhan tidak memberi kita anak kandung, tapi memberi banyak anak hati.”

Anita menatapnya dengan mata basah. “Mas, aku tahu. Aku juga hampir menyerah.
Tapi kalau kita masih bisa saling memeluk hari ini, berarti Tuhan belum meninggalkan kita.”

Malam itu, mereka berdoa bersama. Di tengah gemuruh hujan, dua hati yang luka menemukan kekuatan baru.

Waktu berlalu. Tahun keenam pernikahan datang tanpa tanda kehamilan. Tapi rumah kecil itu tak lagi sepi.

“Mas, aku tahu. Aku juga hampir menyerah.
Tapi kalau kita masih bisa saling memeluk hari ini, berarti Tuhan belum meninggalkan kita.”

Malam itu, mereka berdoa bersama. Di tengah gemuruh hujan, dua hati yang luka menemukan kekuatan baru.

Waktu berlalu. Tahun keenam pernikahan datang tanpa tanda kehamilan. Tapi rumah kecil itu tak lagi sepi. Setiap Sabtu sore, belasan anak TK datang ke sana untuk belajar menggambar bersama
“Bu Anita dan Pak Bara.”

Mereka tertawa, bernyanyi, berlari di halaman. Bara dan Anita memandangi mereka dari beranda, tersenyum.

“Lihat, Nita,” kata Bara pelan. “Mungkin Tuhan tidak memberi kita anak kandung, tapi memberi banyak anak hati.”

Anita menatapnya dengan mata basah.
Suatu pagi, ketika sinar matahari menembus jendela dapur, Anita meletakkan secangkir kopi di meja seperti biasa.

Tapi kali ini ia memandang Bara lama sekali, seakan ingin mengingat setiap garis wajah suaminya.

“Mas,” katanya lirih, “terima kasih sudah memilihku… walau aku tak sempurna.” Bara menggenggam tangannya. “Tidak, Nita. Justru karena kamu tidak menyerah, aku jadi tahu apa artinya cinta yang sejati.” Mereka tersenyum. Di luar, suara anak-anak kecil mulai terdengar di halaman. Hidup mereka tetap sederhana, tetap tanpa anak kandung. Tapi setiap tawa anak-anak TK yang memanggil “Bu” dan “Pak” adalah bukti Tuhan memang tidak pernah lupa memberi cinta. Hanya caranya yang berbeda.
[07.12, 4/10/2025] +62 811-9620-888: Di gereja kecil tempat mereka dulu menikah, lilin masih menyala setiap Minggu. Di bangku keempat dari depan, Bara dan Anita duduk berdampingan, menggenggam tangan satu sama lain. Mereka tak lagi berdoa meminta anak.
Kini mereka hanya berbisik, “Terima kasih, Tuhan.

Karena Engkau telah mengajarkan kami arti cinta yang tak harus selalu memiliki, tapi selalu memberi.”

Dan di ujung doa itu, air mata mereka jatuh bersamaan bukan lagi karena sedih, tapi karena syukur.

(Ring-o)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Baca Lainnya

Polsek Cikupa Gelar Patroli Cipkon Antisipasi Gangguan Kamtibmas di Wilayah Hukum

10 November 2025 - 01:24 WIB

Developer Belum Mengembalikan Uang Muka atas Pembatalan Pembelian Rumah di Perumahan PGRI Residence, Tanah Merah Sepatan, Konsumen: Saya Di Janjikan Terus*

9 November 2025 - 15:17 WIB

Sosialisasi Ranperda Tentang Pertanian Organik Di Provinsi Sumatera Utara.

9 November 2025 - 12:54 WIB

Komitmen Jaga Kindusifitas, Kalapas Jember Rutin Trolling Didalam Lingkungan Lapas

9 November 2025 - 12:09 WIB

Polsek Cikupa Gelar Pengamanan Ibadah Minggu Kasih di Sejumlah Gereja Wilayah Hukum Cikupa

9 November 2025 - 09:23 WIB

Trending di Uncategorized