Kota Tangerang ,Liputannusantara.id— Sidang perkara pidana dengan terdakwa Suparman Harsono yang digelar hari ini di Pengadilan Negeri Tangerang, selalu kembali menyoroti permasalahan hutang piutang antara terdakwa dan almarhum Rudi Chan.

Dengan demikian jalannya persidangan perkara yang didakwakan oleh Jaksa Penutut Umum, hanya dipersoalkan ke ranah perdata, bukan unsur delik tindak pidana.
Dalam sidang yang menghadirkan saksi dari pihak pelapor, Nancy, terungkap bahwa perkara yang disidangkan berkutat pada adanya hutang piutang sebesar Rp 24,6 miliar terkait transaksi jual beli gudang sebanyak 12 unit sebesar Rp. 38.6 Milliar antara Suparman Harsono dan almarhum Rudi Chan.
Nancy yang merupakan saksi dari pihak pelapor menyatakan di hadapan majelis hakim bahwa pembayaran atas pembelian sebanyak 12 gudang tersebut, sudah dilakukan secara bertahap kepada Suparman Harsono dengan total pembayaran mencapai Rp 24,6 miliar dari total nilai harga sebesar Rp. 38.6 Milliar.
Selain itu, Nancy juga mengungkapkan bahwa dirinya tidak mengetahui adanya surat pengakuan hutang yang dibuat oleh David, anak almarhum Rudi Chan, yang kemudian dijadikan dasar gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara senilai Rp 72 miliar oleh Terdakwa Suparman Harsono.
Surat pengakuan hutang Rp. 72 Milliar tersebut lahir dengan adanya transaksi jual beli sebanyak 12 gudang yang bersifat dipaksakan oleh David selaku pihak ahli waris Rudi Chan dan harus ditandatangani oleh Terdakwa Suparman Harsono.
Di sisi lain dalam fakta yang terungkapkan dipersidangan, M. Siban SH MH kuasa hukum terdakwa Suparman Harsono menjelaskan, bahwa persoalan hutang piutang antara kliennya dan almarhum Rudi Chan telah diselesaikan dengan penyerahan sejumlah aset sebesar Rp. 26 Milliar yang terdiri dari 39 Akta Jual Beli dan 10 Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada pihak istri almarhum Rudi Chan.
Dengan adanya penyelesaian tersebut, pihak terdakwa menilai sudah tidak ada lagi kewajiban finansial yang tertunggak. Dan kalau misalnya ada sengketa hak kepemilikan atas aset yang sudah diserahkan, seharusnya pihak pelapor menyelesaikannya di Pengadilan Tata Usaha Negara Serang-Banten.
Salah satu aktivis masyarakat dari LSM Komite Independen Penyelamat Anak Bangsa (KIPANG) Deddy Purnomo yang selama ini rajin mengikuti jalannya sidang menilai, bahwa perkara ini sejatinya lebih bersifat keperdataan karena menyangkut kesepakatan jual beli, pembayaran, dan pengalihan aset, bukan merupakan tindak pidana.
“Sepanjang unsur pidananya tidak terpenuhi, apalagi tidak ada sama sekali unsur niat jahatnya terpenuhi, maka perkara ini seharusnya diproses di ranah perdata,” ujar Deddy.
Sidang akan kembali dilanjutkan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya pada pekan depan.
Majelis hakim masih akan menilai apakah perkara ini memenuhi unsur pidana atau murni sengketa keperdataan yang seharusnya diselesaikan di luar jalur pidana.
Redaksi