Tangerang,Liputannusantara.id-Jika ada profesi yang lekat dengan slogan bermartabat, itulah guru. Seseorang yang selayaknya digugu dan ditiru. Betapa negara-negara berkembang paling menghormati profesi satu ini, sebab memiliki andil besar terhadap peningkatan SDM dan peradaban suatu bangsa.
Di Jepang misalnya, sejak Negeri Sakura itu pernah luluh lantak pada 6 Agustus 1945 saat Perang Dunia II, guru lah komunitas pertama yang kembali dihimpun. Guru yang tersisa kala itu dibebani tugas berat mengembalikan peradaban Jepang yang tengah porak poranda.
Faktanya, Jepang berhasil menunjukkan akselerasi. Mereka mampu menghasilkan generasi yang berkualitas dan berdaya saing di kancah dunia. Negeri berjuluk ‘Raja Asia’ itu bahkan tercatat pernah menduduki peringkat 6 dunia di bidang pendidikan, bersaing dengan negara-negara Eropa.
Tak usah lah mendongak terlalu tinggi meniti keberhasilan Jerman, Finlandia, Amerika Serikat atau Perancis. Bahkan di tengah Negeri Timur saja Indonesia masih perlu ‘ngoyo’ untuk mengimbangi.
Sejenak kita tengok UU RI Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen. Tercatat, guru adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki tugas utama untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
‘Catatan keramat’ pengertian guru dalam Undang-Undang ini, tampak ironis pada fakta yang terjadi beberapa tahun terakhir. Guru justru disibukkan oleh berbagai beban administrasi, sampai membuyarkan konsentrasi melaksanakan tugas utama sebagai pendidik.
Dampaknya, pendidikan karakter seolah lebih dikejar dalam bentuk tekstual, tidak kontekstual. Perhatian guru berubah general lantaran mengikuti kejar tayang administrasi, tidak lagi individual. Belum lagi dampak lain terkait manajemen waktu sejumlah guru yang terpaksa ‘nyandung kerjaan’ lantaran gaji tak mencukupi.
Peran guru sebagai administrator memang sudah populer secara pedagogik. Para guru sudah dibekali peran ini semasa kuliah. Namun peran administrator ini relevan pada kegiatan mencatat perkembangan individual peserta didik. Bukan membuat, menyusun, memilih, mencocokkan, atau mendesain format-format tertentu terkait target capaian pembelajaran yang selayaknya sudah difasilitasi Pemerintah.
Pantas jika tidak sedikit guru ‘ditandu’, sakit lantaran terlalu ekstra bekerja. Terlebih, banyak sekolah yang tercatat kekurangan guru. Walhasil, banyak guru dibebani mengajar lebih dari satu rombongan belajar, sementara mereka tidak mendapat keringanan dalam administrasi, sekaligus gaji yang tidak ditambah.
Saya kira, kebijakan tidak dibolehkannya sekolah menerima guru honorer harus dijawab dengan proses pemetaan guru yang efektif oleh Pemerintah. Saya setuju dengan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah saat ini, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, yang menyimpulkan bahwa persoalan pendidikan di negeri ini terlalu banyak. Sehingga, siapapun menteri yang bertugas dituntut lebih cerdas menata prioritas program strategis guna menyelesaikan persoalan yang menjamur.
Yang tak kalah penting, harus diakui negeri ini masih perlu banyak belajar. Minimal, belajar menghargai guru dan menempatkan mereka pada kasta terhormat.
Tengok saja kasus yang menimpa Guru SD Negeri 4 Baito, Supriyani, yang viral saat ini. Beruntung, Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Andoolo Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra), memvonis bebas Supriyani, tepat pada 25 November 2024.
Anggap saja ini hadiah di Hari Guru Nasional dari lembaga Yuridikatif. Tidak terbayang jika Supriyani divonis bersalah. Setelah sebelumnya terbelenggu oleh budaya pendidikan yang membatasi ruang gerak guru dalam mendidik muridnya, ia juga harus terbelenggu jeruji besi.
Terakhir, Hari Guru Nasional 2024 mengangkat tema ‘Guru Hebat, Indonesia Kuat’. Secara normatif, tema ini adalah narasi pengakuan terhadap posisi guru yang memiliki peran besar bagi bangsa.
Jika disimpulkan secara sederhana, bahwa kekuatan Indonesia salah satunya ditopang oleh kehebatan para gurunya. Semoga Pemerintah dibantu para menterinya saat ini memiliki cara cerdas membuat para guru di negeri ini hebat, tanpa harus ditandu dan dibelenggu. Selamat Hari Guru Nasional 2024 dan HUT Ke-79 PGRI …
(frengki saragi)